Selama Ada Mafia Hukum, Kalangan Berduit Bisa Bermain

0

MANTAN Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana menegaskan selama ada mafia hukum di Indonesia, upaya pemberantasan korupsi dan narkoba tidak akan bisa berjalan maksimal. Dalam kamus guru besar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengistilahkan kekuatan uang atau duitokrasi sangat mewarnai hukum di Indonesia.

“SELAMA masih ada jual beli perkara, hukuman mati kepada para pelaku kejahatan, termasuk kasus narkoba akan selalu memunculkan perdebatan panjang di publik. Ya, semua ini karena ada oknum polisi, jaksa, hakim, panitera dan advokat masih melakoni jual beli perkara. Mereka bisa disogok, akhirnya hukum jadi komoditas,” tutur Denny Indrayana dalam diskusi bertajuk Mati di Lumbung Energi di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Banjarmasin, Kamis (2/11/2017).

Dia mencontohkan para penghuni penjara yang ada di Indonesia, mayoritas atau 80 persen adalah pemakai narkoba, bukan para bandar atau pengedar besar. “Dalam undang-undang sudah jelas bahwa para pemakai itu sepatutnya direhabilitasi, bukan dihukum penjara. Sedangkan, yang dipenjara itu harus para bandar,” tutur pendiri Pusat Kajian Anti Korupsi FH UGM Yogyakarta ini.

Denny Indrayana juga mencontohkan kasus narkoba yang menjerat para artis selalu diputuskan untuk direhabilitasi. “Tak ada yang dihukum penjara. Ya, kita harus tahu itu semua karena mereka punya duit. Bandingkan, mereka yang tak punya finansial, pasti akan dihukum berat,” ucapnya.

Staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan selama mafia hukum masih menguat di Indonesia, maka rasa keadilan itu tak bisa dirasakan rakyat. “Makanya, sewaktu saya menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM mendorong penerbitan Peraturan Presiden (PP) Nomor 29 Tahun 2019  yang memperketat pemberian remisi. Para bandar narkoba, koruptor, dan teroris tak boleh mendapat remisi. Waktu itu, saya dimusuhi para bandar dan kuroptor,” katanya.

Doktor hukum jebolan Universitas Melbourne, Australia ini mengungkapkan jika mengandalkan program rehabilitasi itu di lembaga pemasyarakatan (lapas), jelas sangat terbatas kemampuannya. “Akhirnya, penjara penuh dengan para pengguna narkoba, bukan para bandar yang masih bisa mengendalikan bisnis narkoba. Meski di dalam penjara, mereka masih bisa bebas beroperasi,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Didi GS

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.