UU Keinsinyuran dan Jasa Konstruksi Perlu Disinkronkan

0

SINKRONISASI dan Sinergitas Undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017 dengan Undang-undang Keinsinyuran Nomor 11 Tahun 2017 digelar Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dan Pemprov Kalsel, dengan moderator Drs H Syahdi Rasyid MM di aula LPJK Provinsi Kalsel Jalan DI Panjaitan Banjarmasin, Selasa (31/10/2017).

KETUA LPJK Provinsi Kalsel Dr Ir H Subhan Syarief mengungkapkan UU No 2/2017 tentang Jasa Konstruksi lebih fokus aktivitas, sedang UU No 11/2014 tentang keinsinyuran lebih mengedepankan pelaku usahanya atau SDM. “Perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil konstruksi berkualitas,” ujar alumni Institut Teknologi Surabaya ini.

Selain itu, sambung Subhan Syarief, menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam menjalankan hak kewajiban serta meningkatkan kepatuhan sesuai perundang-undangan.

Prof Dr Ir H Ismet Ahmad mengatakan, PII menjadikan payung bagi semua asosiasi. “Jadi keprofesian insinyur merupakan tanggungjawab PII,” ucap guru besar ULM ini. Ia mengatakan, peningkatan profesionalisme insinyur sebagai pelaku profesi yang andal dan berdaya saing tinggi, dengan asil pekerjaan bermutu serta terjamin kemaslahatan masyarakat. “Meningkatkan nilai tambah kekayaan tanah air dengan menguasai dan memajukan ilmu pengetahuan teknologi serta membangun kemandirian,” beber mantan anggota DPR RI ini.

Untuk tidak memunculkan multi tafsir, menurut Subhan Syarief lagi, sinkronisasi fokus aspek sertifikasi dan registrasi pada SDM atau tenaga kerja konstruksi (korelasi UU Keinsinyuran dengan UU Jasa Konstruksi). “Sinkronisasi sangat memungkinkan melalui koordinasi dalam pembuatan peraturan pemerintah atau peraturan menteri. Keduanya hingga kini terbit dan bisa menjadi payung hukum bagi asosiasi profesi,” cetusnya.

Ia pun menyarankan patut dicermati dan dikaji bidang atau jenis cakupan disiplin teknik terutama rekayasa sipil dan lingkungan terbangun. “Himpunan keahlian keinsinyuran yang mencakup satu disiplin teknik keinsinyuran dan wewenang akreditasi PII terhadap himpunan atau asosiasi profesi,” tukas arsitek ternama ini.

Semua ini agar dapat menghilangkan multi tafsir. “Bila himpunan sama dengan organisasi profesi jasa konstruksi, maka kondisi ini akan merubah arah pijakan dalam legalitas organisasi profesi jasa konstruksi yang kini akreditasinya menurut UU No 2/2017 ditentukan menteri. “Lebih penting ke depan perangkat aturan tidaklah membuat birokrasi semakin panjang sehingga menambah beban biaya bagi para pelaku terkait legalitas kegiatan jasa konstruksi atau keinsinyuran,” katanya.

Senada itu, Ketua Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia (ASTTI) HA Djainuddin Djahri mengapresasi senergitas UU No 2/2017 dan UU No 11/2004. “Ini sangat bagus untuk disosialisasi, sebab akan diketahui secara jelas bidang tugas, dan fungsi asosiasi,” kata politisi NasDem ini.

Djainuddin mengakui, dengan regulasi PP dan Permen yang belum diterbitkan, maka mudak melakukan sinkronisasi Undang-undangan oleh PII dan LPJK. Lebih jelas lagi ASTTI telah mengeluarkan 2.000 sertifikasi untuk tenaga teknik di Kalsel.

Tim Unit Sertifikasi Badan Usaha (USBU) H Sukhrowardi menilai, perlu penguatan antar lembaga, untuk saling bisa membuat anggota bisa bermanfaat. “Penguatan oleh LPJK perlu ditelaah dan oleh PII juga diberdayakan,” imbuh alumni ULM ini.(jejakrekam)

Penulis : Economics

Editor    : Afdi Achmad

Foto      : Istimewa

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.