Dari Air Leding yang Keruh hingga Tarif 10 Kubik

0

PELANGGAN adalah raja. Peribahasa ini sepertinya tak diindahkan pengelola PDAM Bandarmasih, ketika selalu menyajikan pemberitahuan perbaikan jaringan pipa, suplai air yang keruh, hingga tarif air leding terus naik tanpa sosialisasi yang membumi.

SUARA-suara minor ini terdengar dari diskusi terbatas perspektif pengelolaan PDAM kabupaten dan kota yang dihelat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kalsel bersama media online jejakrekam.com, di Aula LPJK Kalsel, Banjarmasin, Sabtu (28/10/2017).

Presiden Direktur Borneo Law Firm (BLF), Muhammad Pazri menilai penerapan tarif pembulatan 10 meter kubik, membuktikan jika beban perusahaan daerah itu justru ditanggung para pelanggan. Advokat muda ini pun mengaku kualitas pelayanan distribusi maupun mutu air yang disalurkan PDAM Bandarmasih sangat rendah. “Anehnya, mengapa kita sebagai pelanggan justru dibebani membayar mahal untuk air yang tak layak itu, dan merupakan produk sosial itu?” cecar Pazri.

Tak hanya itu, dia juga membeber catatan selama rentang waktu 2017 ini, selalu ada perbaikan pipa yang memakan waktu selama tiga hari, sehingga air yang sepatutnya dinikmati pelanggan menjadi macet bahkan mati total.

“Begitu airnya lancar, yang mengalir ke rumah pelanggan berbau dan keruh. Jelas tidak layak untuk dikonsumsi. Untuk mandi saja sudah tak layak, apalagi diminum. Seharusnya pihak PDAM itu mencari solusi terbaik bagi pelanggannya,” tutur Pazri.

Pembina Banua Terang dan Aliansi Muslim Banua (AMB), Sukhrowardi pun menilai selama ini justru forum pelanggan yang dibentuk PDAM Bandarmasih menjadi corong pemerintah kota dan perusahaan daerah itu. “Seharusnya, sebelum menentukan tarif terlebih dulu melakukan survei. Mana kategori masyarakat miskin, menengah dan atas. Baru ditentukan tarif yang pantas, bukan seenaknya mematok tarif yang membebani masyarakat?” kata Sukhrowardi.

Advokat senior Abdullah pun mengatakan siap mengawal aspirasi publik dalam diskusi itu untuk menggugat Walikota Banjarmasin dan PDAM Bandarmasih, jika ternyata tak mendengarkan lagi keluhan warga kota, khususnya pelanggan. “Sangat ironis, ketika PDAM Bandarmasih mendapat penghargaan, justru di sisi lain pelayanannya tak memuaskan warga kota,” tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris PWI Kalsel, Yusni Hardi mengakui saat ini sorotan publik adalah buruknya pelayanan PDAM Bandarmasih, termasuk belum transparannya dalam dasar pengenaan tarif kepada pelanggan. “Saya kira, wajar jika masyarakat akhirnya memprotes kebijakan PDAM Bandarmasih. Sebab, soal penaikan tarif air leding memang tak pernah disosialisasikan, termasuk lewat media massa,” ucapnya.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalsel, MN Hasby Mahbara juga mempertanyakan aliran dana ketika pengenaan tarif pembulatan 10 meter kubik air kepada pelanggan. “Contohnya adalah ketika pelanggan PDAM Bandarmasih itu hanya memakai air sebanyak 8 kubik, lalu kemudian membayar 10 kubik. Nah, kelebihan bayar dua kubik itu dikemanakan uangnya? Dari sisi hukum pun, apalagi dalam agama Islam tentu ketika kita menagih sesuatu yang berlebih kepada seseorang itu termasuk riba. Ini perlu dijawab PDAM Bandarmasih,” beber Hasby.

Dua narasumber yang dihadirkan Edy Hariyanto (mantan Direktur PDAM Balangan) dan Rusdi Azis (mantan Direktur PDAM HST) mengaku tak mengetahui persis apa yang menjadi dasar kebijakan dari perusahaan daerah milik Pemkot Banjarmasin itu. “Ya, setidaknya, hasil diskusi ini akan kita jadikan kesimpulan untuk dijawab PDAM Bandarmasih secara terbuka kepada publik,” sergah Ketua LPJK Kalsel, Subhan Syarief yang menjadi moderator diskusi terbatas itu.(jejakrekam)

Penulis : Muhammad B

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Muhammad B

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.