Terpilih di Komnas HAM, Ancah Siap Mundur dari KPU

0

USAI menjalani proses seleksi calon komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Hairansyah yang akrab disapa Ancah menyatakan siap mengajukan surat pengunduran diri sebagai anggota KPUD Kalimantan Selatan.

HAIRANSYAH terpilih bersama 6 komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 berdasar hasil rapat pleno Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Hairansyah bersama Mohammad Choirul Anam, Beka Ulung Hapsara, Ahmad Taufik Damanik, Munafrizal Manan, Sandrayati Moniaga, dan Amiruddin Al Rahab, tinggal menunggu penerbitan surat keputusan (SK) dari Presiden Joko Widodo dan selanjutnya akan dilantik pada November 2017 mendatang.Ketujuh komisioner Komnas HAM ini efektif bekerja, setelah masa jabatan komisioner yang lama segera berakhir.

Aktivis lingkungan ini memang masih berstatus anggota KPUD Kalimantan Selatan yang masa jabatannya baru berakhir pada Mei 2018 mendatang. “Begitu sudah menerima SK dari Presiden RI, saya akan segera mengajukan surat pengunduran diri dari KPUD Kalsel. Dalam proses seleksi hingga terpilih, saya memang mengajukan surat izin untuk mengikuti pemilihan komisioner Komnas HAM dari KPUD Kalsel,” ucap Hairansyah kepada jejakrekam.com, Rabu (4/10/2017).

Pria yang akrab disapa Ancah ini mengakui tugas berat tengah dihadapi Komnas HAM periode yang akan datang. Sebab, menurut dia, sedikitnya ada 7 kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas hingga kini. “Termasuk, mengembalikan citra Komnas HAM yang kini tengah disorot,” kata jebolan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

Ia mengakui tugas Komnas HAM tak terlepas dari proses pengkajian, mediasi, serta renstra soal penuntasan pelanggaran HAM berat. “Termasuk, melindungi dan mengadvokasi dari kelompok rentan seperti masyarakat adat, anak, perempuan dan kaum disibalitas,” ujar Ancah.

Tak hanya itu, mantan Direktur Yayasan Dalas Hangit (Yadah) mengakui tahun 2018 dan 2019 merupakan tahun politik, sehingga isu-isu HAM bisa dijadikan komoditas politik. “Dalam konteks UUD 1945 dan UU HAM Nomor 39 Tahun 1999, posisi Komnas HAM ini memang sejajar dengan lembaga negara lainnya. Namun, Komnas HAM lebih berfungsi sebagai katalisator khususnya dalam pemenuhan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia oleh negara,”  tutur Ancah.

Ia mengakui banyak hal yang disodorkan Komisi III DPR RI terhadap kinerja Komnas HAM, terutama dalam penuntasan kasus-kasus hak asasi manusia berat. “Patut dicatat, kasus-kasus pelanggaran HAM itu lebih banyak dilakukan aparatur negara dan korporasi. Termasuk, isu pelanggaran HAM kasus 1965 yang hingga kini belum tuntas,” cetusnya.

Menurut Ancah, dalam penyelesaian kasus HAM memang banyak formula seperti diterapkan negara lain, seperti mekanisme pengadilan HAM, membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi dan lainnya. “Terpenting itu adalah konsensus nasional. Sejak era reformasi, kasus 1965 ini seperti kehilangan momentum. Sebab, para pelaku dan korban kebanyakan sudah tak ada. Ini merupakan beban sejarah yang harus ditanggung negara ini,” kata Ancah.

Tak hanya itu, dia menilai mekanisme pengadilan HAM seperti dalam kasus Tanjung Priok, Timor-Timur dan lainnya juga terbukti tak efektif. “Sebab, banyak pelaku yang diseret itu kebanyakan adalah mereka yang berada di jabatan yang strategis. Nah, di tingkat pertama, mereka dinyatakan bersalah, namun di tahap banding dan kasasi justru dibebaskan. Makanya, kami juga akan berkoordinasi dengan Kejagung, dalam penuntasan kasus HAM berat,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi G Sanusi

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Blogger

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.