Identitas Banjarmasin adalah Kota Berbasis Sungai

0

IBARAT pemilik rumah, seorang pemimpin atau walikota tentu sudah mengenal seluk beluknya kediamannya. Dengan begitu, dia mengetahui dari mana menyusun dan menjalankan konsep dalam menata rumahnya ke arah yang lebih baik.

PENULIS buku Jika Aku Jadi Wali (Nya) Kota, Subhan Syarief mengungkapkan jika Banjarmasin tetap didesain sebagai kota berbasis sungai, tentu arah pembangunan dan kebijakan tentu mengutamakan fungsi sungainya.

“Jujur saja, di era almarhum Walikota Sofyan Arpan atau walikota sebelumnya, telah menitikberatkan bagaimana memperlakukan sungai sebagai identitas diri Kota Banjarmasin. Nah, konsep semacam ini sudah sepatutnya diteruskan di era Walikota Ibnu Sina. Apalagi, Banjarmasin sudah memasuki usia yang hampir lima abad,” ucap Subhan Syarief, saat memaparkan isi bukunya dalam acara bedah buku di Hotel Jelita Banjarmasin, belum lama ini.

Saat ini, menurut dia, publik di Indonesia memang tertuju pada konsep penataan kota yang dimainkan Walikota Bandung Ridwan Kamil dan Walikota Surabaya Tri Risma Harini yang dianggap terbaik, sehingga patut ditiru. “Sebetulnya, menjadi seorang walikota itu tak harus berlatarbelakang seorang arsitek atau planolog, namun pada esensi adalah dia mengetahui isi perut rumahnya. Sebab, kota itu merupakan gambaran dari sebuah rumah besar yang harus ditata dengaan apik,” papar Subhan yang juga arsitek jebolan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini.

Menurutnya, konsep kota sungai yang dirintis Walikota Sofyan Arpan memang menitikberatkan pembangunan pusat-pusat bisnis berada di pinggiran sungai, meskipun akhirnya melahirkan polemik. “Polemik ini terjadi ketika sungai-sungai yang ada di Banjarmasin justru dijejali dengan kios-kios. Kemudian, hal itu berubah drastis di era Walikota HA Yudhi Wahyuni yang memberangus kios-kios dengan membangun siring, dan terus berlangsung hingga walikota penerusnya, H Muhidin dan Ibnu Sina,” tutur Subhan.

Magister teknis ITS Surabaya ini mengingatkan falsafah sungai sebagai urat nadi Banjarmasin sudah sepatutnya jadi dasar dalam mengambil kebijakan penataan kota. “Kita sudah mengetahui karakter rumah kita sendiri. Begitupula, Banjarmasin yang merupakan kota berbasis sungai, dari sini konsep yang pantas bisa diterapkan,” ucap Subhan.

Nah, dalam konsep tata kota yang ditawarkan dalam buku yang diterbitkan Genta Publishing Yogyakarta, sang penulis memang menawarkan konsep menata kawasan Pasar Sudimampir  dan Pasar Ujung Murung sebagai pusat grosir yang mampu bersaing dengan Pasar Tanah Abang Jakarta dan Pasar Turi Surabaya. Kemudian, kawasan Sungai Baru dengan ikonik kampung ketupat, serta kondisi Jalan Achmad Yani yang sudah seharusnya mempertahankan sungai kiri dan kanan jalan sebagai pintu masuk Banjarmasin.

“Sekarang, Banjarmasin menawarkan konsep wisata susur sungai, tentu hal ini sejalan dengan identitasnya sebagai kota sungai. Oke, kita mendukung program revitalisasi sungai, namun semua tentu tak bisa dengan konsep betonisasi, ada pula beberapa kawasan yang harus tetap dipertahankan dengan kekhasan sungainya secara alami,” beber Subhan.

Di samping itu, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kalsel ini menyarankan agar ketika telah memutuskan Banjarmasin sebagai kota berbasis sungai, tentu bisa dikawinkan dengan konsep kota perdagangan dan jasa. “Nah, lewat buku yang ditulis ini, setidaknya ada beberapa sumbang saran yang bisa diterapkan bagi Banjarmasin yang tengah merayakan ulang tahunnya yang ke-491,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Editor   : Didi GS

Foto     : Skyscrapercity.com

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.