Miris, Kini Penutur Bahasa Abal Hanya 100 Orang

0

BAHASA adalah identitas diri. Nah, di nusantara, para penutur bahasa sangat beragam, karena ada ratusan ribu bahasa daerah di samping bahasa resmi bahasa Indonesia. Semua bahasa daerah sudah sepatutnya dilestarikan agar tak punah, karena bahasa menunjukkan sejarah daerah itu sendiri.

“INDONESIA memiliki 600 lebih bahasa daerah. Paling banyak dari wilayah Indonesia timur. Yaitu Papua menyumbang lebih dari 50 persen jenis bahasa,” beber Kepala Balai Bahasa Kalsel, Imam Budi Utomo disela Diskusi Terpumpun Kebijakan Bahasa dan Media Massa di Daerah, pada 17-19 September 2017 lalu di Hotel Banjarmasin Internasional (HBI).

Imam menyebut dari ratusan ribu bahasa daerah tersebut, di Provinsi Kalsel terdapat 18 jenis bahasa daerah. Yang paling dominan masih didominasi Bahasa Banjar. Sebab, bahasa ini tetap digunakan di seluruh kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan.

Selain Bahasa Banjar, beber dia, ada pula penutur Bahasa Berangas, Manyan, Bakumpai, Dusun, Deah, Samihin, Lawangan, Madura, Abal, Jawa, Flores, Halong, Bali, Sunda, Sasak, Bugis, dan Bajau di Kalimantan Selatan. “Seluruh ragam bahasa tersebut masih digunakan dalam percakapan sehari-hari,” ucapnya.

Namun, menurut Imam, salah satu bahasa yaitu Abal dari Kabupaten Tabalong sudah hampir punah. Sebab, yang menuturkan bahasa tersebut sudah kurang dari 100 orang. Sehingga terancam akan hilang dari peradapan. ”Yang menuturkan Bahasa Abal ini sudah kurang dari 100 orang. Ini bahaya terancam punah,” kata Imam.

Untuk itu, lanjut Imam, pihaknya akan berupaya agar tidak hilang dari peradaban. Caranya, dengan mendokumentasikan bahasa yang digunakan tersebut. ”Kalau bahasa hilang, sama saja kita kehilangan budaya termahal kita. Makanya, hal ini akan didokumentasikan,” tutur dia.

Bahasa Abal ini merupakan tutur kata yang digunakan Dayak Abal di Kecamatan Haruai, Kabupaten Tabalong. Namun, beber Imam, saat ini bahasa tersebut sudah sangat jarang terdengar di kalangan mereka. “Bergantinya kepercayaan dari agama terdahulu ke agama Islam menyebabkan bahasa mereka lambat laun hilang. Kalau menggunakan Bahasa Abal, mereka anggap bertentangan dengan Budaya Islam. Sehingga mereka risih untuk menggunakan bahasa itu. Alasan mereka tidak menggunakan bahasa itu lagi untuk menghilangkan tradisi kepercayaan dahulu. Bahkan, anak-anak generasi muda di sana akan protes jika orangtua mereka menggunakan Bahasa Abal. Mereka anggap ketinggalan zaman dan generasi muda juga malu menggunakan bahasa itu. Sekarang yang dominan di sana tutur Bahasa Banjar,” beber Fungsional Peneliti Balai Bahasa Kalsel, Yayu, menambahkan.(jejakrekam)

Penulis : Wan Marley

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Wikipedia

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.