Menakar Tanah Bumbu Bila Menjadi Ibukota Negara

0

WACANA memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Pulau Kalimantan sudah lama bergulir. Di era Presiden Republik Indonesia pertama, Ir Soekarno yang akrab disapa Bung Karno sudah mewacanakan pemindahan ibukota negera dengan membangun Bundara Besar di Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah.

SEJAK Bung Karno menancapkan tonggak pembangunan Kota Palangkaraya pada 17 Juli 1957, ibukota Provinsi Kalimantan Tengah itu pun menjadi kandidat terkuat menggantikan Jakarta sebagai ibukota negeri ini. Bung Karno yang berlatarbelakang arsitek jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) tahu betul dan sangat maju dalam melangkah melalui keputusannya memilih Palangkaraya sebagai lokasi untuk memindahkan ibukota negeri ini. Sejak dicanangkan tersebut, maka penataan wilayah di Palangkaraya yang dulu berawal dari sebuah desa bernama Pahandut itu pun dimulai, untuk format sebagai ibukota negara besar ini.

Hal ini bisa dilihat dari penataan jalur transfortasi berikut bundaran kota yang besar. Sayangnya, langkah Bung Karno ini tidak dilanjutkan dengan berkesinambungan. Dan, ujungnya terbangunlah Palangkaraya dengan kondisi seadanya. Hingga akhirnya, ketika Presiden Joko Widodo kembali menggulirkan pemindahan ibukota negara, berkembang pula kota-kota lain yang menjadi alternatif.

Salah satunya adalah Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu), tepatnya Kota Batulicin. Memang, berdasar posisi geografis memang Tanbu cukup menjanjikan. Tanbu juga terletak di tepi samudera dengan potensi pelabuhannya yang cukup representatif,  bila diolah atau dikembangkan dengan baik. Masa lalu merupakan salah satu acuan utama dalam mengukur pertumbuhan sebuah kota, yang lagi-lagi sangat tergantung dengan pelabuhan yang dimilikinya.

Sejarah mengungkapkan potensi samudera atau laut ini umumnya memicu kemajuan dan pertumbuhan kota akan cenderung cepat, dinamis dan pasti produktif.  Jadi, hampir bisa dipastikan semua ibukota atau kota yang maju adalah karena awalnya pusat aktivitas ekonomi, pemerintahan bermuara dari pelabuhan. Dari sisi ini, Tanbu sudah memiliki salah satu keunggulan yang bisa jadi pemicu aktivitas ekonomi plus pembangunan ke depan. Bahkan keunggulan di potensi pelabuhan ini, bisa saja mengalahkan Palangkaraya.

Akan tetapi, tentu untuk menjadi ibukota negeri masih banyak faktor yang harus dilihat dan juga dipersiapkan. Menurut Bappenas, syarat luas wilayah yang harus disediakan sekitar 300 ribu hektar atau sekitar 3.000 kilometer persegi. Bandingkan dengan Tanah Bumbu yang luasnya sekitar 5.000  kilometer persegi memang sudah memadai. Tapi persoalannya adalah pada tingkat populasi.

Masih menurut Bappenas, syarat lainnya adalah populasi penduduk minimal 500 ribu jiwa hingga 1 juta jiwa. Tujuannya, agar mampu mengerakkan sektor perekonomian.  Sedangkan Tanbu, saat ini jumlah penduduk hanya di kisaran 300-an ribu jiwa. Tentu, masih belum mencapai jumlah minimal yang disyaratkan. Hanya saja, syarat utama lainnya adalah ketika mencari lahan yang 100 % harus dikuasai negara. Ini agar tidak membebankan negara dalam pembebasan lahan, ketika pembangunan perkantoran dan fasilitas lainnya dibutuhkan bagi sebuah ibukota. Tentu syarat ini sangat merepotkan.

Patut kita ketahui bahwa lahan di Tanbu, cukup banyak telah beralih dimiliki oleh perusahaan dan pribadi termasuk juga lahan yang dimiliki / hak adat masyarakat asli setempat. Area lahan yang masih kosong banyak hanya pada area kawasan hutan lindung dan sejenisnya. Dan, lahan penyangga kawasan lindung tentu wajib untuk tetap dijaga dan dilestarikan. Jadi, luas kawasan atau lahan yang diperuntukkan dalam membangun infrastruktur pusat pemerintahan atau pusat ibukota tersebut,  jangan sampai merambah area area hutan lindung, area konservasi ataupun area hutan yang masih tersisa. Kita perlu tetap menjaga keseimbangan lingkungan, tentu juga menjaga kelestarian kawasan hutan asli yang sudah semakin menipis.

Selain itu, kawasan penempatan infrastruktur tersebut harus terhindar dari area produktif seperti area lahan untuk pertanian, persawahan dan area lahan produktif lainnya. Pilihan lahan kawasan untuk infrastruktur tersebut harus diutamakan pada lahan lahan yang kurang produktif.  Nah, kalau ditempatkan pada area produktif, tentu bisa saja mengganggu faktor kesediaan pangan akibat lahan produktif beralih fungsi menjadi kawasan terbangun.

Tentu ini hal semacam ini wajib dihindari. Jadi, intinya Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Tanbu harus cermat dan hati-hati dalam melihat keinginan untuk menempatkan ibukota negara ke Kabupaten Tanbu ini.  Sebab, butuh kajian mendalam dengan melihat kepentingan jauh ke depan bagi daerah dan masyarakat Kalsel adalah sebuah keniscayaan dan menjadi faktor utama yang mesti diusung.

Kajian yang penting adalah apa keuntungan jangka panjang yang akan dinikmati oleh masyarakat Tanbu dan Kalsel,  bila nantinya pemindahan ibukota negara itu ke wilayah pesisir ini. Apakah nanti kemakmuran dan kelestarian lingkungan alam Kalsel semakin meningkat dan bisa dirasakan  masyarakat luas? Kita tentu tak ingin keuntungan atau kemakmuran akibat pemindahan tersebut, ternyata hanya diterima segelintir orang. Atau bahkan hanya dinikmati oleh para pengusaha dan spekulan.

Makanya, hal-hal sejak awal semestinya mendapat perhatian utama untuk dikaji. Apalagi kalau dampak dari pembebasan area lahan untuk membangun infrastrukstur tersebut, membuat pengaruh terhadap lingkungan di Tanbu. Atau bisa bisa berpengaruh terhadap lingkungan alam di Kalsel. Ya, inti utama adalah wacana pemindahan ibukota negara ke Tanbu mesti disikapi dengan bijak dan waspada. Perlu ada kajian yang lebih mendalam dan cermat. Termasuk, kepentingan jangka panjang masyarakat dan lingkungan Kalsel yang harus mendapat perhatian utama dalam menentukan layak tidaknya Tanbu menjadi pilihan lokasi ibukota negara ke depan.

Sebenarnya,  kalau kita memilih maka kita lebih suka kalau saja pemerintah pusat bisa lebih fokus dan serius mengemas Tanbu menjadi salah satu poros maritim negeri ini . Bila hal ini berhasil dilakukan, maka manfaatnya jauh lebih baik dibanding Tanbu menjadi ibukota negara. Karena dampak positif  ke depan akan lebih jelas, dan dapat langsung dinikmati oleh masyarakat Tanbu dan Kalsel. Akhirnya, lingkungan alam pun tetap bisa lebih terjaga dan tidak berubah drastis.(jejakrekam)

Penulis : Ir H Subhan Syarief MT

Ketua LPJK Kalimantan Selatan

Foto      : Blogger Berbagi Ilmu

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.