Jatah Premium di Kalsel Makin Berkurang

0

PERSAINGAN dua produk bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite di Kalimantan Selatan cukup terasa.  Meski harga Pertalie yang memiliki RON 90 lebih tinggi dibanding Premium yang hanya beroktan 88, toh BBM yang familiar dikenal dengan bensin berwarna kuning itu tetap memiliki pangsa pasar tersendiri dibanding cairan berwarna hijau terang itu.

KETUA Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswanamigas) Kalimantan Selatan, H Saibani mendesak agar pemerintah melalui PT Pertamina, jangan sampai mengurangi kuota BBM jenis premium di Provinsi Kalsel.

“Sebab, kebutuhan BBM jenis premium di Kalsel masih sangat besar, ketimbang pertalite yang baru saja diluncurkan pemerintah. Kalau melihat kebijakan pemerintah dulu, maka tahun 2018 harus tetap porsi 60 persen BBM premium, dan sisanya 40 persen biasa. Sedangkan, porsi pemakaian BBM premium hanya 7 persen di Kalimantan termasuk Kalsel, jauh beda dengan pulau Jawa secara nasional sangat besar. Atas dasar ini, kami minta agar kuota premium jangan dikurangi, karena masih dibutuhkan di daerah terutama di pelosok desa,” ujar H Saibani, didampingi pengurus Hiswamigas Kalsel lainnya kepada wartawan, Selasa (1/8/2017).

Ia mengingatkan agar pemangkasan kuota BBM antara Pulau Kalimantan dengan Pulau Jawa, harus dibedakan.  “Kalau terjadi antrean, jangan salahkan SPBU, tapi program pemerintah. Kami juga berharap agar  kepala daerah memperjuangkan masalah ini ke tingkat pusat,” ucapnya. Menurut Saibani, memang belum diketahui berapa porsi pemotongan dari Pertamina, namun di lapangan khususnya para pengelola SPBU sudah merasakan dampak dari pemangkasan kuota bensin tersebut.

“Paling tidak, ertalite jangan sampai kurang, kalau diberlakukan pengurangan premium. Pemda juga harus jeli terhadap pom mini yang harus segera ditertibkan. Sebab, keberadaan mereka juga jadi masalah yang timbul di daerah, karena belum mengantongi izin serta tak terjamin keamanan dan mutunya,” tuturnya.

Menurut Saibini, jika keberadaan pom mini terus dibiarkan, ketika terjadi hal-hal yang tak diinginkan, akan sulit untuk meminta pihak mana yang bertanggungjawab. “Kami juga menilai BBM yang dijual di pom mini tidak jelas dari pihak mana mengantarnya, apakah Pertamina atau lainnya,” cecarnya. Ia menegaskan berdasar aturan bahwa Pertamina dan Hiswanamigas tak boleh merangkul pom mini tersebut, sehingga menjadi kewenangan bagi Disperindag Kalsel agar menegurnya terkait dengan aturan tera. “Kami juga melihat bukan orang SPBU yang membuat pom mini tersebut,” tegas Saibini.

Senada itu, Ketua Dewan Pertimbangan Hiswanamigas Kalsel, Addy Chairudin Hanafiah mengungkapkan pada dasarnya 80 persen konsumen BBM untuk kelas menengah ke bawah, termasuk kalangan pegawai negeri adalah pengguna premium. Menurut Addy, secara nasional, subsidi BBM sebesar 7 persen untuk Kalimantan jangan sampai dikurangi pemeirntah pusat. Sebab, beber dia, saat ini arus distribusi BBM tergolong lancar, sehingga jika sampai ditarik atau dipangkas jatah premium bisa mengganggu roda perekonomian, khususnya usaha angkutan yang masih menggunakan bensin. “Jika terjadi panic buying yang berlebihan, tentu akan berimbas pada kenaikan harga sembako dan lainnya,” ucapnya.

Pola kebijakan yang selama ini diterapkan pemerintah dalam distribusi BBM adalah 60 persen untuk bahan bakar khusus (BBK) terdiri dari pertamax dan pertalite, dan 40 persen BBM umum kelas premium. “Sedangkan, pasar Kalimantan khususnya Kalsel masih sangat membutuhkan bensin atau premium. Makanya, kami tak ingin jika kuota premium itu dikurangi. Fakta yang ada di lapangan sekarang, kuota premium selalu berkurang. Sebelumnya, Pertamina menyuplai 16 ton premium, sekarang tersedia hanya 8 ton. Tentu, pasokan yang ada tak sebanding dengan kebutuhan masyarakat terhadap premium,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Afdi NR

Editor   : Afdi NR

Foto     : Didi G Sanusi

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.