Jika Diminta Kejati, BPKP Kalsel Siap Audit Investigatif

0

PENGUSUTAN kasus dugaan perjalanan dinas fiktif hingga kelebihan bayar tengah menghantui 123 pengguna anggaran tahun 2015, termasuk pimpinan dan anggota DPRD Kalimantan Selatan. Saat ini, proses pengembalian uang APBD Kalsel yang telah dinikmati para wakil rakyat edisi Pemilu 2014 terus ditagih.

KEPALA Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan, DR H Abdul Muni menegaskan unsur kerugian negara atas penggunaan dana perjalanan dinas tahun anggaran 2015 di DPRD Kalsel terhitung mencapai Rp 7 miliar.“Makanya, kami mengimbau agar mereka segera mengembalikan kelebihan dana itu ke kas negara. Dari hasil audit, tercatat ada 123 orang, termasuk 55 anggota DPRD Kalsel yang menggunakannya.  Besaran yang harus dikembalikan ke kas negara juga bervariasi dari Rp 50 juta, ada yang Rp 25 juta dan jumlahnya tergantung banyak tidaknya melakukan perjalanan dinas,” tutur Abdul Muni kepada wartawan di Banjarmasin, Selasa (25/7/2017).

Dia menegaskan meski mengembalikan dana yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara, memang proses hukum tetap berlanjut. “Dalam penanganan perkara korupsi memerlukan biaya tak tak sedikit. Makanya, saya akan terus evaluasi termasuk meminta supervisi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini, memang sudah banyak yang mengembalikan, saya tak hafal besaranna. Tapi hal itu tidak menghapus hukum, makanya kita lihat perkembangannya dulu,” kata mantan Kajati Bali ini.

Ia mengakui kesalahan besaran biaya perjalanan dinas anggota DPRD Kalsel itu yang dikategorikan atau setara pejabat eselon I itu terdapat dalam Peraturan Gubernur Nomor 093 Tahun 2014. Dalam Pergub Kalsel yang dibuat di era Gubernur Rudy Ariffin itu pimpinan dan anggota DPRD Kalsel setara dengan pejabat eselon I seperti gubernur, wakil gubernur dan sekdaprov. Untuk petunjuk aturan teknisnya ditindaklanjuti melalui Keputusan Gubernur Nomor 188-44-0652-KUM-2014 yang mengatur rincian besaran semua biaya perjalanan dinas.  ”Mereka menggunakan pergub, padahal ada Permendagri yang menyatakan anggota DPRD setara eselon II, bukan eselon I. Dari situlah terjadi kelebihan pembayaran yang merugikan keuangan negara,” tandas mantan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kalsel ini.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel, Salamat Simanullang enggan mengomentari hasil audit terhadap kasus dugaan perjalanan dinas fiktif dan kelebihan bayar yang menimpa DPRD Kalsel. “Itu merupakan wewenang aparat penegak hukum (APH). Namun, jika mereka meminta bantuan untuk audit investigatif, kami siap memperlancar kasus itu,” kata Salamat. Untuk diketahui, dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2014 yang jadi pedoman penyusunan APBD 2015, memang diatur cukup rinci soal belanja perjalanan dinas pejabat dan DPRD yang harus riil atau lumpsum.(jejakrekam)

Penulis  : Wan Marley

Editor    : Didi G Sanusi

Foto     : BPKP Kalsel

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.