PT Ambapers Cicil Utang Rp 1,6 Miliar ke Pelindo

0

PENYEHATAN struktur keuangan PT Ambang Barito Nusapersada (Ambapers) terus dilakoni jajaran direksi baru di perusahaan patungan PT Bangun Banua Kalsel dengan PT Pelindo II Cabang Banjarmasin, sebagai salah satu pundi penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) Pemprov Kalimantan Selatan.

SAAT ini, tercatat utang PT Ambapers ke PT Pelindo lewat anak perusahaannya, PT Pengerukan Indonesia (Rukindo) mencapai Rp 1,6 miliar yang telah dicicil pada pembayaran awal sebesar Rp 600 juta. “Utang itu merupakan utang lawas. Sedangkan, sisanya untuk utang yang tercatat di PT Pelindo, terus diangsur secara bertahap dan dipastikan baru lunas pada 2019. Makanya, kami kembali memperbarui nota kesepakatan dengan PT Rukindo yang merupakan anak perusahaan PT Pelindo, demi efesiensi pengeluaran di PT Ambapers,” ucap Direktur Utama PT Ambapers, Syaiful Adhar kepada wartawan di Banjarmasin, Senin (17/7/2017).

Dia menegaskan dengan menekan biaya-biaya tak perlu, maka pada tahun 2017 bisa dibukukan laba yang lebih besar. Termasuk, potensi pendapatan yang tak perlu lagi sebagian dialokasikan untuk membayar utang. “Jadi, kami bisa fokus untuk menyumbang PAD bagi daerah. Untuk tahun 2016 lalu, sumbangan PAD dari Ambapers mencapai Rp 24 miliar,” kata aktivis Forum Peduli Banua (FPB) ini.

Syaiful Adhar mengakui kondisi alur Barito pada 2017 memang sempat tak stabil, akibat adanya penutupan portal sejumlah perusahaan tambang di awal tahun 2017. “Namun, kami optimistis pada 2017, sumbangan PAD bagi Pemprov Kalsel minimal sama atau malah lebih dibandingkan 2016 lalu,” ucapnya.

Apakah PT Ambapers tak hanya memungut channel fee untuk armada pengangkut batubara di alur Barito? Diakui Syaiful Adhar, saat ini tengah digodok untuk merevisi perjanjian kerjas dengan PT Sumberdaya Dian Mandiri (SDM) dengan menambah item pungutan alur Barito, tak hanya terfokus pada komoditas batubara. “Termasuk merevisi kontrak dengan PT SDM untuk penyesuaian bagi hasil, tentu harus melibatkan ahli hukum dan pemerinta daerah. Jadi tak mudah untuk merevisi sebuah kontrak, demi menghindari wan prestasi yang justru akan merugikan PT Ambapers sendiri,” tutur mantan politisi PAN ini.

Masih menurut  Syaiful Adhar, merevisi peraturan daerah yang menjadi payung hukum PT Ambapers juga harus melibatkan DPRD dan Pemprov Kalsel. “Walau agak berat, kami tetap usahakan. Sebab, tak selamanya kita harus mengandalkan bagi hasil pungutan channel fee batubara di alur Barito dari hasil pengerukan alur, tapi harus ada item usaha lainnya,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis : Afdi NR

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Majalah Dermaga

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.