Tentukan 1 Syawal, NU Tetap Lakukan Rukyatul Hilal

0

NAHDLATUL Ulama (NU) melalui Lembaga Falakiyah PBNU mengimbau umat Islam seluruh Indonesia, khususnya warga nahdliyyin untuk menunggu hasil rukyat dan sidang itsbat pemerintah terkait kepastian awal Syawal atau tanggal Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah.

KETUA Tanfidziah PWNU Kalimantan Selatan, HM Syarbani Haira, mengemukakan hal tersebut kepada pers di Banjarmasin, Kamis (22/6/2017). Menurutnya, Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama akan menyelenggarakan rukyatul hilal di seluruh Indonesia pada Sabtu (24/6/2017) mendatang. Termasuk di Kalimantan Selatan, khususnya di Banjarmasin akan dihelat di atas Gedung Bank Kalsel.

Ia menegaskan sesuai kajian ilmiah NU dengan menggunakan kaidah agama, historo sejak Rasulullah SAW, dan ijtihad tokoh-tokoh ulama Islam, untuk memastikan setiap awal bulan, termasuk 1 Syawal, dilakukan dengan didahului menggunakan metode penghitungan astronomis atau hisab, yang maksudnya untuk  membantu pelaksanaan rukyatul hilal.

Untuk itu, menurut Syarbani, maka NU se-Indonesia, melalui Lembaga Falakiyah, telah melakukan perhitungan atau hisab tentang rotasi bulan selama setahun. Tetapi untuk menindaklanjuti hasil hisab tersebut dilakukan rukyatul hilal setiap akhir bulan. “NU melakukan rukyah ini bukan cuma untuk awal Ramadhan dan awal Syawal, tetapi setiap bulan” tegas dosen Program Studi Planologi Universitas NU Kalsel ini.

Berdasarkan data hisab Lembaga Falakiyah PBNU, posisi hilal markaz Jakarta pada tanggal 29 Ramadhan 1438 H setinggi 3 derajat 47 menit 47 detik di atas ufuk. Ijtima’ atau konjungsi berlangsung pada Sabtu (24/6) pukul 09:34:11 WIB. Keadaan hilal miring ke selatan dengan durasi 17 menit 23 detik. Berdasar data ini, maka 1 Syawal 1438 Hijriah diprediksi akan jatuh pada Minggu (25/6/2017) atau persisnya sejak Sabtu (24/6/2017) petang, yakni momen ketika hilal kemungkinan dapat dilihat.

Meski demikian magister geografi Universitas Gajah Mada ini mengingatkan, rukyat tetap menjadi dasar penentu awal Ramadhan, awal Syawal, dan awal Dzulhijjah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW. Sedangkan, hisab yang bersifat prediktif itu digunakan oleh NU untuk membantu pelaksanaan rukyat. Tidak dapat menggantikan rukyat. “Apabila laporan pelaksanaan rukyat dapat melihat hilal, maka jadi penentu awal Syawal jatuh hari Ahad, 25 Juni 2017. Tetapi apabila tidak dapat melihat hilal, maka umur Ramadhan 1438 H diistikmalkan (digenapkan) menjadi 30 hari,” tutur Syarbani.

Dia menambahkan, laporan hasil rukyat akan disampaikan dalam sidang itsbat yang diselenggarakan Kementerian Agama RI pada Sabtu (24/6/2017) mendatang. Menteri Agama berhak memutuskan awal Syawal 1438 H untuk menjadi pedoman masyarakat. Kemudian NU mengikhbarkan kepada seluruh rakyat Indonesia.

Terkait kerapnya perbedaan awal Syawal dan bulan-bulan lainnya, Syarbani mengingatkan untuk saling menghargai keyakinan dan ijtihad masing-masing. Dia mengingatkan, karena tidak semua ummat faham fondasi dan landasannya, maka ada baiknya bertanya kepada ulama dan atau nunggu keputusan pemerintah. “Mereka lebih paham, dan mengerti infrastrukturnya,” tegas Syarbani.(jejakrekam)

Penulis  : Didi G Sanusi

Editor    : Didi G Sanusi

Foto      : Iman Satria

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.