Proyek Swasta Wajib Taati UU Jasa Konstruksi

0

GELIAT proyek fisik khususnya pembangunan gedung dilakoni pihak swasta,apakah juga diatur dalam UU Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017? UU baru yang berlaku efektif sejak 12 Januari 2017 dengan memuat 16 bab dan 106 pasal itu ternyata juga mengatur soal proyek konstruksi yang digarap pihak swasta.

KEPALA Subdit Manajemen Mutu Dirjen Bina Penyelenggara Jasa Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) RI, Budi Setiawan menengaskan UU Jasa Konstruksi yang baru itu tetap mengatur semua aspek yang berkaitan dengan jasa konstruksi baik yang disediakan pemerintah maupun digarap swasta.

Budi menegaskan bagi pihak swasta  yang membangun bangunan tetap harus mengacu ke UU Jasa Konstruksi, seperti para pekerjaan dan tenaga ahlinya harus bersertifikat dari lembaga berkompeten. “Jika ternyata pihak swasta ini melanggar ketentuan, ini merupakan tugas pemerintah dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota, khususnya di mana bangunan itu berdiri,” kata Budi Setiawan kepada jejakrekam.com, di sela-sela sosialisasi UU Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017 di Hotel Golden Tulip Banjarmasin, Senin (12/6/2017).

Menurutnya, pengawasan ketat ini patut dilaksanakan pemerintah terhadap aktivitas konstruksi, mencakup ketika bangunan itu gagal bangunan atau tak berfungsi, maka menjadi tugas pemerintah. “Soal pelanggaran lainnya, misalkan ada badan usaha atau tenaga kerja konstruksi tak memiliki sertifikat, ya dikembalikan ke aturan UU Jasa Konstruksi. Sebab, semua terikat bukan hanya proyek milik pemerintah, juga swasta walau misalkan dana itu murni dari kantong sendiri,” ucap Budi Setiawan.

Ia menegaskan saat ini semua aturan main baik proyek yang disediakan pemerintah maupun yang digarap swasta akan diatur dalam aturan penjelasan dalam peraturan pemerintah (PP) serta turunan produk hukum lainnya seperti Peraturan Menteri PUPR dan lainnya.

Aturan serupa juga berlaku ketika bangunan atau aktivitas jasa konstruksi baik pemerintah maupun swasta yang mengandung unsur tindak pidana, seperti ada kecelakaan yang mengakibatkan orang tewas dan sebagainya, mengacu ke KUH Pidana atau peraturan perundang-undangan yang terkait. “Terpenting itu adalah ada laporan. Meskipun ada sisi pengawasan yang dilakukan Kementerian PUPR lewat tim ahli yang teregister, toh jika ada tindak pidana misalkan dugaan korupsi ya harus melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau lembaga auditor. Pendeknya, tergantung pelanggarannya, sebab awalnya memang bersifat perdata, ketika kontrak itu disepakati kedua belah pihak baik pengguna maupun penyedia jasa konstruksi,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi G Sanusi

Editor   : Didi G Sanusi

Foto     : Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.