Kisruh Dekan FISIP, Rektor ULM Dituding Matikan Demokrasi

0

REKTOR Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof DR Sutarto Hadi dituding telah mematikan asas demokrasi yang selama ini dianut dalam perguruan tinggi. Ini setelah, rektor yang juga guru besar FKIP ULM itu justru memberi suara kepada calon minoritas.

TUDINGAN miring disuarakan sejumlah akademisi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ULM yang tengah menghelat pemilihan dekan. Sebab, pada 13-22 Maret 2017 lalu, dari hasil penjaringan itu menghasilkan tiga nama bakal calon yakni Prof DR Asmui, DR Mukhtar Sarman dan DR Budi Suryadi.

Berdasar Peraturan Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 43 Tahun 2016, syarat untuk menjadi calon dekan adalah pendidikan minimal S2 (magister) dan berpangkat lektor kepala. Lalu, dalam sidang lanjutan yang diketuai DR Saladin Ghalib beranggotakan 12 dosen, kembali meloloskan nama DR Budi Suryadi sebagai kandidat dekan terkuat. Dari pemaparan visi-misi pada 27 Maret 2017, lagi-lagi nama Budi Suryadi yang menguat.   Namun, dalam pemilihan calon dekan FISIP, Rektor ULM Prof DR Sutarto Hadi memberi hak suara sebesar 35 persen atau 6 suara kepada calon minoritas, bukan calon mayoritas yang telah dipilih kampus itu.

Dalam voting, Budi Suryadi meraih 7 suara, diikuti Asmui dengan 4 suara dan satu suara kosong alias abstain. Di proses akhir pada 19 Mei 2017, Prof Asmui mendapat peningkatan suara menjadi 11 suara, karena 6 suara diarahkan Rektor ULM itu kepada dosen senior itu dalam rapat senat FISIP. Sedangkan, Suryadi hanya meraih 8 suara dan Muktar Sarman tak kebagian suara.

“Saya selaku pemenang di pemilihan senat keberatan atas hasil pemilihan yang digelar 19 Mei 2017 itu. Mengapa? Sebab, Rektor ULM itu saja menciderasi demokrasi karena memberikan suara kepada calon minoritas, bukan mayoritas. Apa gunanya, saya mengajarkan ilmu demokrasi di kampus FISIP, jika pimpinan universitas ini menodainya,” kata Budi Suryadi dalam jumpa pers di Rumah Makan Nasi Kuning Cempaka, Banjarmasin, Senin (22/5/2017).

Ia mengaku kecewa karena Rektor ULM telah melanggar kaidah berdemokrasi, bahkan hendak mematikannya di kampus tertua di Kalimantan ini. “Proses demokrasi itu menjunjung tinggi nilai mayoritas. Rektor ULM sangat saya hormati, cuma sayangnya tidak melakukan pendidikan dan pembinaan demokrasi kampus,” kata Budi. “Beliau pernah berjanji akan memberikan suara pada calon yang betul-betul memenangkan suara mayoritas, itu janji sebelum pemilihan. Bahkan, janji itu juga beliau ucapkan kepada Dekan FISIP., tapinya nyatanya justru menyerahkan kepada calon minoritas,”

Budi memastikan, dirinya tidak meminta ulang pemilihan dekan tersebut. Karena keputusan sudah dibuat. Ia justru khawatir di tubuh FISIP nanti akan terbelah. “Sebab, mayoritas senat yang tidak setuju akan terlibat dalam pengambilan kebijakan dekan baru. Iika terjadi voting, karena mayoritas senat menginginkan calon lain maka dekan terpilih akan selalu kalah.

”Harapan cuma satu, karena pemilihan di FISIP yang paling modern, satu satunya mengikuti statuta ULM yang baru dan akan diikuti fakultas lainnya. Saya berharap pemilihan dekan fakultas lain jangan terjadi pencendaraan demokrasi lagi,” tutur magister politik jebolan Universitas Airlangga Surabaya ini.

Menurut Budi, tak ada gunanya demokrasi diajarkan kepada mahasiswa, kalau tidak dipraktikkan dalam kehidupan kampus. “Kita gonjang-ganjing mengalami erosi distorsi terhadap nilai demokrasi, apalagi yang bisa diharapkan jika kampus sebagai benteng demokrasi dirusak dengan penodaan seperti ini,” tegas Budi.(jejakrekam)

Penulis   : Wan Marley

Editor     : Didi G Sanusi

Foto       :  Wan Marley

Pencarian populer:prof asmui

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.