Belajar dari Kasus Lihan dan Voucher, Hati-Hati dalam Berinvestasi

0

MASIH ingat dengan kasus investasi berantai ala multi level marketing yang diterapkan H Lihan, sang pengusaha intan dengan intan putri malu seberat 196 karat yang dibelinya sekitar Rp 3 miliar? Lihan yang awalnya seorang ustadz di Cindai Alus, Martapura tiba-tiba berubah menjadi seperti seorang pengusaha besar karena diekspose media massa secara besar-besaran.

TAK hanya itu, Lihan yang merupakan pemilik PT Tri Abadi Mandiri, kemudian jadi komisaris utama CV/PT Ira Visual Multimedia, PT Lima Maha Karya , PT Alhamdulillah, PT Smart Karya Utama, PT Lihan Jaya Sarana, PT Lihan Jaya Semesta hingga PT Rumputindo Maju Bersama. Namun, begitu kedok investasinya terbongkar pada 2010, kasus hukum bergulir hingga para nasabah atau investor menuntut ganti rugi karena diduga telah menghimpun dana ratusan miliar.

Kasus Lihan ini sempat menggemparkan publik Kalsel, hingga menjalar ke provinsi tetangga, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Teranyar pada Januari 2017, Komisi II DPRD Kalsel membongkar adanya dugaan investasi bodong yang dimainkan Dream for Freedom (D4F) yang ternyata tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 9 Kalimantan.

Metode penghimpunan dana ala D4F adalah apabila member menanamkan modal sebesar Rp 10 juta dan tiket Rp 200 ribu, maka tiap putaran dua minggu akan mendapat bonus 15 persen dari modal atau Rp 1,5 juta ditambah uang tiket, jadi total yang dikantongi members mencapai Rp 1,7 juta per bulan.

Tak  mengherankan, jika OJK Regional 9 Kalimantan merilis ada 80 perusahaan investasi bodong yang tengah beroperasi di Kalimantan Selatan, dan siap mengincar siapa saja, khususnya warga yang tak mengerti seluk-beluk dunia investasi, khususnya yang legal dan diakui pemerintah.

Tema Investasi Bodong diangkat dalam sarasehan atau dialog hukum yang dihelat sejumlah advokat dan pengacara di Warung Joe Luck di Jalan Sultan Adam, Banjarmasin, Jumat (12/5/2017) malam. Bak Indonesia Lawyer Club (ILC), para praktisi hukum ini mengupas sisi pelanggaran perusahaan atau pengusaha investasi bodong itu yang telah menipu masyarakat.

“Kasus H Lihan sepatutnya bisa menjadi pembelajaran bagi publik agar berhati-hati dalam memilih perusahaan investasi. Kasus H Lihan ini jelas telah merugikan publik, karena sampai sekarang pun, banyak nasabah yang tak bisa lagi menarik uangnya kembali,” kata Hamdan Taufik, advokat senior ini memberi komentar. Terlebih lagi, kasus Lihan sempat diangkat di Pengadilan Negeri Banjarmasin, akibat adanya gugatan dari para nasabah.

Nah, menurut dia, unsur-unsur pasal penggelapan dan penipuan seperti tertera dalam Pasal 55 jo Pasal 56 KUHP atau bisa dikenakan Pasal 387 KUHP, jelas terpenuhi dalam kasus investasi bodong H Lihan. “Terbukti, investasi yang dibangun H Lihan ini tak mengantongi izin dari pemerintah. Ini dasar hukum yang harus dipahami publik agar lebih hati-hati dalam berinvestasi,” cetus Hamdan Taufik.

Kenangan akan kasus investasi bodong itu juga mengarah ke kasus voucher pulsa yang dimotori Fahrunisa alias Nisa dan Jimmy. Tak hanya kalangan awan hukum, pegawai bank, hingga para pejabat di Kalimantan Selatan  pun tergiur hingga berani menginvestasi dana segarnya sebesar Rp 1,5 miliar.  “Kasus semacam ini jelas membuat masyarakat Kalsel, khususnya sangat rentan dengan aksi penipuan berkedok investasi. Makanya, mereka ini harus mendapat pencerahan hukum agar sebelum berinvestasi, benar-benar mengetahui konsekuensi logis secara hukum, belum lagi soal aspek ekonominya,” tambah pengacara muda, Riswan.

Kesimpulannya, para pengacara dan advokat di Kalsel ini mengajak agar publik lebih hati-hati dan teliti dalam memilih perusahaan investasi, sehingga kasus-kasus semacam itu tak terulang lagi di daerah. “Dalam dialog ini, memang yang hadir kebanyakan para pengacara dan advokat yang pernah menangani perkara perdata, khususnya investasi bodong. Dialog ini setidaknya untuk menambah wawasan semua praktisi hukum,” ujar H Abdul Ghani, advokat senior di Banjarmasin ini.(jejakrekam)

Penulis   : Sirajuddin

Editor   : Didi G Sanusi

Foto      : Sirajuddin

 

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2017/05/13/belajar-dari-kasus-lihan-dan-voucher-hati-hati-dalam-berinvestasi/

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.