Gaun Bagajah Gemuling Baular Lulut Raih Penghargaan Terbaik Nasional

0

KEGIGIHAN warga Banua untuk melestarikan identitas kebudayaannya berbuah manis.  Dua busana adat Banjar kini sudah diakui secara nasional yakni Baamar Galung Pancaran Matahari dan Bagajah Gemuling Baular Lulut. Dua busana ini sering dibawa atau ditunjukan dalam event-event nasional.

LEBIH menggembirakan lagi adalah  satu di antara dua kreasi busana tersebut menjadi yang terbaik parade nasional. Seperti pada Parade Busana Daerah Tingkat Nasional ke-9 dalam rangka HUT ke-42 Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta, pada 22-23 April 2017.

Kreasi busana Bagajah Gemuling Baular Lulut yang didesain Darmatasiah menyabet juara dalam lima kategori yang dimenangkannya. Ya, mulai dari  penyaji adi busana terbaik kategori bahan dasar khas tradisi, penyaji busana unggulan, perancang busa unggulan, perancang busa terbaik, dan penata rias.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan, Fauzi mengatakan saat menyabet penghargaan tertinggai berskala nasional itu, para model diambil dari anjungan Kalsel di TMII dengan perancang busana, Darmatasiah dan perias Hamdanah. “Alhamdulillah kita bisa menyabet lima nomor sekaligus dalam parade tersebut,’’ kata Fauzi kepada wartawan di Banjarbaru, Rabu (3/5/2017).

Ia mengungkapkan dalam parade nasional itu turut ikut 25 provinsi se-Indonesia dengan dua kategori busana yang dilombakan yakni berbahan dasar kain serta daur ulang plastik. Tentu saja, Kalsel hanya mengikuti berbahan dasar kain, karena sebelum perhelatan itu, sudah pernah menggunakan bahan daur ulang plastik untuk Baamar Galung Pancaran Matahari.

Piala penghargaan bagi desainer Kalsel itu diserahkan langsung Direktur Utama TMII, DR A.J. Bambang Soetanto. “Keberhasilan ini tentu bisa memicu semangat untuk lebih memperkenalkan warisan budaya daerah. Busana yang menyabet juara ini akan dipajang dalam anjungan Rumah Banjar di TMII. Sebab, busana yang dipakai patung di sana sudah lusuh dan sudah saatnya diganti,” tutur Fauzi.

Kegembiraan pun dirasakan Darmatasiah. Ia mengungkapkan busana yang dirancangnya tidak keluar dari pakem asli, layaknya busana yang lazim dipakai dalam adat istiadat perkawinan suku Banjar. “Busana pengantin Banjar ini dilengkapi dari aksesoris dan bunga yang digunakan seasli mungki. Kami hanya mengkreasi dengan menambah motif ekor memanjang dari kepala hingga kaki sepanjang 3 ,eter. Kemudian, di bagian ekor ini dikreasi dengna motif halilintas dan halilipan,” kata Darmatasiah.

Tak lupa, menurut dia, di bagian kepala dibuat semacam kipas dari daun kelapa seperti janur yang lazim dipakai di busana pengantin Banjar, plus kain tapih yang juga dibikin ekor dengan motif halilipan dan halilintar. “Justru para juri malah kagum dengan keunikan khas pakaian adat pengantin Banjar. Saya ingin membuat lebih wah tanpa harus keluar dari pakem aslinya,” kata Ketua DPD Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia Kalsel ini.

Bisa membawa harum nama daerah, Darmatasiah pun mengingatkan agar pemerintah daerah bisa lebih peduli, karena secara nasional justru mendapat apresiasi. “Buktinya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah pernah memberi penghargaan pada 2016 lalu. Kini tinggal menunggu apa bentuk apresiasi dari Pemprov Kalsel,” kata pemilik Salon Dharma ini.(jejakrekam)

Penulis  : Wan Marley

Editor    : Didi  G Sanusi

Foto        : Wan Marley

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.