Menanti Senja Kala Taksi Kuning di Terminal Sentra Antasari

0

BAGAI kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau. Peribahasa ini mungkin berkelindan dengan kondisi angkutan kota (angkot) yang ada di beberapa terminal di Kota Banjarmasin, khususnya di Terminal Pasar Sentra Antasari. Tak hanya kondisi pasarnya yang semrawut, terminal yang tak tertata, kini para sopir termasuk makelar harus berjibaku dengan sepinya calon penumpang.

GARA-gara mudahnya kredit sepeda motor dan mobil justru ditengarai para sopir dan makelar angkot atau dikenal dengan taksi kuning dan biru di Kota Banjarmasin, justru menjadi penyebabnya. Ini ditambah lagi, bisnis ojek online serta rental mobil yang begitu mudah didapat warga ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dan sekitarnya.

“Dulu untuk taksi Gambut-Banjarmasin sedikitnya ada 100 mobil. Sekarang, mungkin yang tersisa dan beroperasi hampir separuhnya saja, ya kira-kira hanya 50 unit,” ujar Sugiansyah, sopir angkutan Banjarmasin-Gambut dengan warna mobil Suzuki Carry biru putih ini kepada jejakrekam.com, Kamis (27/4/2017).

Ia mengakui gara-gara penumpang yang semakin sepi di kawasan Terminal Pasar Sentra Antasari, banyak izin trayek yang telah mati. Bukan hanya itu, mobil yang rata-rata keluaran awal tahun 2000 itu banyak masuk kandang alias tak beroperasi lagi, akibat rusak, dan sebagainya.

Sugiansyah mengakui tiap hari setoran kepada juragan pemilik mobil taksi mencapai Rp 40 ribu. Sementara, penghasilan dari uang tarikan para penumpang hanya berkisar Rp 100 ribu, kalau penuh bisa mencapai Rp 150 ribu per hari. “Dipotong ongkos bensin, makan dan minum, ya bawa pulang uang ke rumah hanya Rp 10 ribu. Terkadang malah tekor. Soalnya, saat ini tiap penumpang ditarik Rp 6 ribu, belum lagi bayar retribusi terminal dan sebagainya,” kata Sugian, sapaan akrabnya.

Hal senada juga diakui Fahrudin alias Udin. Pria paruh baya yang sehari-harinya menjadi makelar atau kenet ini mengungkapkan penerapan sistem setengah jam harus jalan terpaksa diberlakukan di Terminal Sentra Antasari. Ini disebabkan penumpang yang relatif sepi, jadi ketika waktu ngetem setengah jam berakhir, maka sopir harus berangkat. “Pendeknya, dua atau tiga penumpang yang ada di taksi, harus berangkat kalau waktunya sudah habis. Kalau tidak, ya harus antre lagi ke belakang,” ujar Udin.

Menurutnya, meski saat ini taksi Gambut-Banjarmasin dan Sungai Tabuk-Banjarmasin masih bertahan, justru hal serupa juga dialami trayek taksi kuning ini di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. “Memang kalau bicara rezeki, ada yang mengaturnya. Tapi kalau bicara fakta, banyak izin trayek yang mati. Semua ini memang karena musim kredit, ya kredit motor, mobil dan rumah yang begitu mudah,” kata Udin, sedikit kesal.

Tapi mau apa lagi, Udin dan para sopir yang mangkal di Terminal Sentra Antasari harus mengakui kondisi angkutan massal yang tak representatif, ditambah kondisi terminal yang tak tertata rapi, plus Pasar Sentra Antasari yang makin kumuh. “Padahal, kalau bicara mesin taksi ini kebanyakan sudah diganti dengan yang baru. Memang, semua ini karena kondisi pasar yang merana, ditambah terminal semacam ini. Mau apa lagi?” kata Udin, menghela nafasnya panjang-panjang.(jejakrekam)

Penulis   :  Didi G Sanusi

Editor      :  Didi  G Sanusi

Foto         :  Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.