Kontroversi Gelar Adat Dayak bagi Tokoh yang Datang ke Kalteng

0

UNTUK ketiga kalinya Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran, memberikan gelar adat Dayak. Pertama diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan gelar Raja Haring Hatungku Tungket Langit,  yang berarti raja arif, bijaksana, berbudi luhur dan mengutamakan kepentingan rakyat dalam setiap keputusannya.

GELAR itu diterima Jokowi, saat acara puncak peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN), di Stadion Sanaman Mantikei, Palangkaraya, Selasa (20/12/2016) lalu. Kemudian gelar kedua diberikan kepada Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo,dengan gelar kehormatan Mantir Hai Penambahan, saat kunjungannya ke Palangkaraya, (17/01/2017), karena dinilai merupakan sosok arif,  bijaksana, dihormati, dituakan dan menjadi panutan.

Terbaru adalah gelar adat Dayak diberikan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), saat datang ke Bumi Tambun Bungai, Kalteng untuk membuka kegiatan Rapat Kerja Nasional dan Semiloka Internasional Badan Kerjasama (BKS) Perguruan Tinggi Islam Swasta (PTIS) Indonesia di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMP), Rabu (26/4/2017).

JK dianugerahi gelar Raja Marunting Batu Pangumbang Langit, Teras Rangkang Duhuna Pasihai, Rujin Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti seorang pemimpin yang mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa. Kokoh dan kuat menjaga persatuan dan kesatuan sebagai contoh panutan hidup berbangsa dan bernegara.

Prosesi gelar kehormatan ini dilakukan langsung Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran, tak lama setelah JK menginjakkan kaki, di Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya.  Menurut kakak kandung Gubernur Kalteng Sugianto Sabran ini, pemberian gelar tersebut berdasarkan surat keputusan Dewan Adat Dayak Nomor 14/DAD-KTG/KPTS/IV/2017.

Terpisah, mantan Ketua DAD Kalteng periode 2011-2016,  Sabran Achmad, yang dihubungi melalui telepon seluler, tak ingin terlalu berkomentar banyak terkait hal itu. Namun yang pasti, selama dirinya masih menjabat tampuk pimpinan masyarakat adata Dayak ini, tidak akan gampang dan belum pernah memberi gelar adat untuk seseorang, karena harus ada syarat yang dipenuhi sesuai Perda Nomor 16 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat Dayak. Apalagi, waktu masa kepemimpinannya,belum ada sosok pejabat, yang dianggap pantas menerima anugerah kehormatan ini.

Dijelaskan Sabran Achmad, seharusnya jika mengacu perda tersebut, yang boleh memberikan gelar adat Dayak Kalteng, adalah damang atau kepala adat. Sedangkan yang dianugerahi gelar adat adalah orang yang dinilai sangat berjasa bagi warga Dayak dan pembangunan di Kalteng.

“Jadi yang berhak adalah orang yang betul-betul berjuang bagi masyarakat dayak, agar masyarakat dayak terangkat dari kemiskinan, keterpurukan, ketinggalan pendidikan dan lainnya. Dan orang yang dikenal dan mengenal daerah Dayak. Itu syarat orang yang bisa diberi gelar adat,” ujar Sabran Achmad.(jejakrekam)

Penulis   : Tiva Rianthy
Editor     : Didi G Sanusi
Foto        :  Tiva Rianthy

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.