Kiprah Pedagang Arab dan India Mengawali Denyut Pasar Malabar

0

BAGI para pengoleksi cincin bertahtakan batu permata tentu akan mengenal Pasar Malabar. Ya, pasar yang menjadi pusat penjualan aksesoris berharga di Jalan Pangeran Samudera dan masih menyatu dalam kawasan Pasar Sudimampir Banjarmasin, sejak lama dikenal sebagai pertokoan dan tempat pengrajin batu-batu khas Kalimantan.

BERAWAL dari kebiasaan para pedagang India dan Arab yang berdagang batu permata, pasar ini pun berdiri sejak 1950. Di awal kemerdekaan Republik Indonesia itu, awalnya pasar ini berdiri begitu sederhana. Ya, hanya berdinding kajang (anyaman dari daun nipah) sebagai dinding yang ditempati para pedagang dan pengrajin batu permata dan cincin.

Kehidupan para pedagang dan pengrajin batu cincin terus berdenyut. Seiring waktu, nama Malabar pun cukup populer bagi para pemburu atau pengoleksi bebatuan khas Tanah Banjar, layaknya Kota Martapura yang terkenal dengan batu intannya.

Nama Malabar pun terkadang dikaitkan dengan sebuah wilayah Kerala di India, atau nama sebuah gunung yang ada di Jawa Barat. Namun, yang pasti, keberadaan para pedagang Arab dan India yang mengawali perdagangan batu permata di kawasan pasar itu, jauh lebih mendekati kebenaran. Sebab, hingga kini emas serta batu permata berharga dari Malabar menjadi standar para pedagang batu bernilai tinggi di dunia. Dari sinilah diduga nama Pasar Malabar itu berawal.

“Memang Pasar Malabar ini tak bisa dilepaskan dari kebiasaan para pedagang Arab dan India yang datang ke pasar ini. Mereka biasanya kalau datang ke Indonesia membawa batu permata dan barang berharga lainnya untuk dijual di pasar. Selanjutnya, batu permata khas Kalimantan dibeli untuk dijual kembali ke pasar dunia,” ujar Ahmad Barkati, seorang pedagang batu permata di Pasar Malabar Banjarmasin kepada jejakrekam.com, Selasa (11/4/2017).

Aktivitas perdagangan batu permata itu berlangsung sejak 1950-an, hingga seiring waktu terus tergerus ditelan zaman. Namun, sisa-sisa para pedagang India dan Arab ini masih bisa disaksikan di kawasan Pasar Sudimampir, serta pemukiman yang ada di sekitar pusat grosir di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini.

“Dulu, Pasar Malabar ini dikenal dengan Pasar Kajang. Ya, karena kebanyakan para pedagang dan pengrajin batu permata ini, dinding kios atau lapak pedagang dari kajang,” ujar Ahmad Barkati.

Pun demikian dengan Suriansyah. Pengrajin sepuh cincin di Pasar Malabar ini mengakui terhitung sudah dua atau tiga generasi yang melanjutkan usaha penyepuhan ikat cincin sebagai bagian dari perdagangan batu permata.

“Sudah 25 tahun, saya bekerja sebagai penyepuh amban (ikat cincin). Kalau dihitung, berarti ada dua hingga tiga generasi yang sudah bertahan di Pasar Malabar. Termasuk, saya karena meneruskan usaha orangtua,” tutur Ancah, sapaan akrab Suriansyah ini.

Seorang pedagang batu permata lainnya, H Riduan yang kini berusia 67 tahun pun masih ingat saat ini suplai batu permata selain dari Martapura, banyak dipasok dari Pasar Malabar untuk pasar di Indonesia, bahkan menembus dunia. “Memang Pasar Malabar tak bisa dilepaskan dari kiprah para pedagang India dan Arab yang membawa batu permata asal negerinya. Kemudian, mereka menjual dan membeli batu permata lokal untuk dijual kembali ke pasaran dunia, khususnya di Malaysia dan Singapura,” tandasnya. Kini, denyut Pasar Malabar yang telah dipoles cat warna-warni bermotif kain sasirangan ini pun terus berdetak mengikuti waktu.(jejakrekam)

 

 

Penulis Sirajuddin/Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.