Penerapan Bank Syariah Perlu Ditinjau dari Kultur Masyarakat Kalsel

0

PERLU penelitian dan pengkajian mendalam untuk mengubah bank daerah menjadi bank umum syariah. Meski dua provinsi yakni Nangroe Aceh Darussalam dan Nusa Tenggara Barat (NTB) telah mengkonversi bank daerah menjadi bank berbasis syariah.

“ACEH dan NTB tentu berbeda dari aspek kultur dan nuansa kebudayaannya. Perlu diperhatikan adalah perhitungan untung dan rugi, ketika menjadi Bank Kalsel menjadi bank syariah,” ujar pengamat kebijakan DR H Akhmad Murjani kepada jejakrekam.com, Senin (3/4/2017).

Menurutnya, pola masyarakat Kalsel yang dipengaruhi budaya dagang akan selalu menghitung untung dan rugi ketika Bank Kalsel menjelma menjadi bank syariah. “Apakah nanti dapat meringankan atau justru memberatkan. Ya, terkait dengan bagi hasil,bunga, dan lainnya. Keuntungannya bagaimana dalam perhitungan, apalagi Kalsel terkenal dengan Kota Perdagangan,” tutur Ketua Lembaga Pemantau Penyelenggara Trias Politika (LP2TRI) Kalsel ini.

Ia mengatakan di Kalsel, cukup banyak pakar ekonomi dan ahli perbankan yang dapat dikumpulkan untuk mempertimbangkan wacana pengubahan Bank Kalsel menjadi bank syariah. “Patut dicatat, pemegang saham Bank Kalsel bukan hanya Gubernur Kalsel, tapi juga walikota dan para buputi. Jangan sampai tergiur dengan wacana yang belum tentu menguntungkan daerah. Jadi, perlu pertimbangan pakar dan ahli, serta studi banding untuk mendapatkan rekomendasi yang mendalam, termasuk ke Aceh dan NTB,” cetusnya.

Murjani tak ingin Bank Kalsel akan mengambil langkah yang fatal, jika nantinya buru-buru untuk memutuskan menjadi bank syariah. “Jadi gunakan data penunjang, agar kebijakan bisa berpihak dengan masyarakat, sebab sangat terkait dari sisi manajemen, nasabah, permodalan, dan lainnya,” katanya.

Masih menurut dia, Bank Kalsel saat ini sudah baik dan sudah menghasilkan manajemen yang baik, dengan nasabah yang relatif banyak,serta laba tinggi. “Nasabah Bank Kalsel tidak hanya kalangan PNS, tapi juga kalangan pedagang, pengusaha, muslim, dan lainnya,” katanya.

Untuk itu, Murjani menyarankan agar gubernur/bupati/walikota harus satu suara dalam menentukan langkah dengan dasar argumen dari pakar/ahli/akademisi. “Setelah itu dilihat, apakah cocok diberlakukan di Kalsel atau tidak, karena pengaruh  dari perubahan perbankan menyangkut nasabah, sistem, dan permodalan, sangat menentukan kemajuan ke depan,” katanya.

Yang harus dipikirkan, beber dia, kalau ada nasabah ingin kredit (pinjam uang), konsep syariah ada, jika tidak sesuai syarat, maka tidak bisa peminjaman kredit. “Ini menjadi kendala nasabah dan masyarakat. Bila lepas dari Syariah, maka tidak dikabulkan kredit, lalu bagaimana ini bisa berkembang,” bebernya.

Dia mencontohkan, ketika masuknya Bank BJB ke Kalsel, dengan kredit bunga rendah maka banyak PNS yang lari ke Bank BJB asal Jawa Barat itu, padahal PNS saat itu sudah menjadi nasabah Bank Kalsel/BRI, dan lainnya. “Ini perlu menjadi kajian awal untuk memahami kultur masyarakat kita,” ucap Murjani.

Ia menegaskan tak  ada jaminan 90 persen penduduk Kalsel yang muslim, setuju dengan bank umum syariah. “Jadi tolak ukur tidak hanya jumlah muslim di Kalsel yang banyak seperti Aceh dan NTB. Terpenting jangan terpengaruh oleh propaganda atau informasi lain, sebelum pemerintah daerah melakukan kajian mendalam. Apalagi jika dalam diskusi, ada masukan kepentingan yang tidak memihak kepada daerah,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis    : Afdi NR

Editor     :  Didi G Sanusi

Foto       :  Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.