Bukan Hanya Andalkan Visual, Pengelolaan Pasar Tradisional Mesti Maksimal

0

ADA pemandangan yang berbeda ketika melintas di kawasan Jalan Pangeran Samudera, ketika turun dari Jembatan Antasari atau melalui kawasan Jalan Ujung Murung, Banjarmasin. Ya, visual yang berbeda ditunjukkan wajah Pasar Malabar yang menjadi sentra batu akik dan permata, konveksi dan peralatan musik itu.

PASAR yang tepat berada di posisi hok, kawasan pasar-pasar grosir di ibukota Kalimantan Selatan ini dicat warna-warni bermotif batik khas Banjar, sasirangan. Selain menjadi ikon baru di tengah semrawutnya tata bangunan pasar, kehadiran Pasar Malabar berwajah baru itu diharapkan bisa menarik para pengunjung untuk singgah dan berbelanja.

“Saya kira bagus saja, kalau sifatnya temporer dengan mengecat Pasar Malabar itu dengan warna-warni motif sasringan. Tapi, jangan lupa, ada potensi besar pasar-pasar besar yang ada di Banjarmasin belum tergali maksimal,” ujar pengamat tata kota, Nanda Febryan Pratamajaya di Banjarmasin, Jumat (17/2/2017).

Menurutnya, dalam istilah planologi atau tata kota, bangunan yang memiliki ciri khas tertentu itu disebut sebagai one stop shopping. Padahal, kata Nanda, bukan masalah permak wajah yang dibutuhkan untuk mengembalikan kejayaan pasar-pasar besar di Banjarmasin yang menjadi sentral perdagangan bukan hanya Kalimantan Selatan, tapi juga merambah ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

“Nah, potensi pasar yang strategis atau one stop shopping itu sangat luar biasa. Sebetulnya, kondisi Banjarmasin yang tak memiliki sumber daya alam (SDA) dan diplot menjadi kota perdagangan itu sudah sepatutnya bisa mendongkrak pendapatan para pedagangnya makin tinggi. Caranya, ya diatur dengan profesional, sehingga potensi yang ada tak menguap begitu saja,” tutur jebolan planologi Universitas Brawijaya Malang ini.

Menurut Nanda, solusi yang bisa diterapkan Pemkot Banjarmasin adalah dengan mengaplikasikan masterplan kawasan yang sudah ada, dengan mengundang para investor dan masyarakat untuk terlibat aktif dalam pembenahan dan pengelolaan pasar-pasar besar di kawasan Sudimampir tersebut. “Jika para investor dan masyarakat terlibat, tentu Pemkot Banjarmasin bisa mengatur ulang kawasan itu agar kembali hidup, bukan hanya pada siang hari, tapi juga malam hari,” kata Ketua DPP Ikatan Tenaga Ahli Nasional Indonesia (Intakindo) Kalimantan Selatan ini.

Menurut Nanda, pola penataan ulang kawasan pasar di Banjarmasin harus dilakukan secara serius, bukan setengah hari. “Jangan sampai pasar-pasar yang ada itu justru dikerdilkan fungsinya, sehingga lambat laut potensi besar itu akan makin mengecil,” ucapnya.

Mengapa hal itu mesti dilakukan sejak dini, Nanda menjelaskan saat ini persaingan pasar bukan lagi berbicara antar pasar tradisional, tapi juga kepungan pasar-pasar modern yang mulai tumbuh di Banjarmasin, ditambah massifnya pasar online justru menjadi ancaman baru bagi pasar-pasar yang ada. “Makanya, Pemkot Banjarmasin perlu menggandeng investor, serta memberi perlindungan terhadap keberadaan pasar-pasar tradisional di tengah serbuan pasar-pasar modern,” imbuh Nanda.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota Banjarmasin, Hermansyah mengakui upaya mempermak wajah Pasar Malabar itu untuk menjadikannya sebagai ikon pasar wisata daerah, sehingga dipilih cat berornamen budaya Banjar.

“Kami berharap Pasar Malabar akan menjadi sentral penjualan batu akik terbesar di Banjarmasin menjadi destinasi wisata belajar, terutama para pencinta batu cincin khas Kalimantan Selatan,” ujar Hermansyah.(jejakrekam)

Penulis    : Didi GS

Foto       : Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.