Fenomena Anak Punk yang Masih Dianggap Meresahkan

0

STIGMA negatif masih tersemat bagi komunitas anak punk, termasuk di Banjarmasin. Punk sendiri pertama kali lahir di London, Inggris sebagai subkultur yang menunjukkan identitas diri sebagai sebuah perilaku yang anti kemapanan.

DIKUTIP dari blog motivator sosial asal Bandung, Hotibin mengungkapkan komunitas punk bisa dibagi dalam tiga komponen besar, yakni punk ideologi, gaya hidup (life style), serta genre/jenis musik. Menurut Kang Ebink ini, punk sebagai ideologi politik yang mendasari adalah anarkisme, yang memposisikan paham bahwa negara, pemerintahan atau kekuasaan adalah lembaga yang menumbuhsuburkan penindasan terhadap kehidupan. ”Sedangkan, di media massa Indonesia seringkali anarkisme itu dikaitkan dengan tindakan pengrusakan, perkelahian atau kekerasan massal, padahal jauh berbeda dengan tindakan destruktif atau vandalisme. Seperti para pencetus punk anarkisme ini  William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin menegaskan anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri. Dari sini lahir istilah anarko-punk yang menggerakkan konsep anti kapitalisme,” tuturnya. Sedangkan, beber dia, dalam arus kedua punk sebagai gaya hidup yang ditandai dengan potongan rambut mohawk ala suku Indian, atau dipangkas ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, body piercing, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh. “Penampilan semacam itu yang sangat menonjol dalam komunitas ini dan menjadi ciri khas anak punk. Busana yang tidak lazim ini pula yang menimbulkan stigma negatif masyarakat terhadap anak punk,” ujar Kang Ebink. Padahal, beber dia, simbol yang dipakai anak punk ini era kaitan dengan gerakan perlawanan terhadap dominasi penjajahan, serta pemakaian sepatu bot juga melambangkan arogansi militer harus dilawan dengan gerakan yang sama. “Sedangkan, celana jeans ketat adalah simbol dari nasib kaum minoritas yang terjepit. Mereka akan berhenti memakai pakaian lusuh, jika penindasan terhadap kaum marginal sudah terhenti,” cetus Kang Ebink.

Berbeda dengan punk sebagai genre musik, dikaitkan pengamat sosial ini adalah dengan jenis musik terutama aliran musik berirama keras. “Secara keseluruhan aliran-aliran dalam rock ini, meliputi Classics Rock, Progressive Rock, Alternative Rock, Hard Rock, Punk Rock, Heavy Metal, Speed Metal, Thrash Metal, Grindcore, Death Metal, Black Metal, Gothic, dan Doom. Istilah punk mucul pada 1971, sebagai bentuk kekecewaan terhadap musisi rock kelas bawah terhadap industri musik rock yang didominasi musim rock papan,” tuturnya. Ebink menegaskan komunitas punk memang sebuah perlawanan atau budaya tandingan terhadap budaya induk yang berkembang di tengah masyarakat.

Nah, eksistensi anak punk ini yang mulai menggeliat di Banjarmasin pada 2000, justru dianggap masih meresahkan. Mereka biasanya mangkal di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, depan Masjid Raya Sabilal Muhtadin. Bahkan, di Banjarmasin bermunculan komunitas anak punk dengan rasa lokal seperti Liur Bussy, Punk Banjarmasin dan sebagainya.

“Gaya mereka berpakaian dan bergaul bebas ini jelas tak sesuai dengan asas kesopanan yang berlaku di Banjarmasin,” ujar Hasnah, seorang ibu yang mengaku khawatir fenomena anak punk ini akan makin menjamur di Banjarmasin, Sabtu (11/2/2017).

Warga Jalan Pulau Laut ini mengaku khawatir jika anak-anak laki bergabung dalam komunitas anak punk. “Sebelum berkembang, lebih baik Satpol PP Banjarmasin rajin merazia mereka. Terus, mereka dibina di Dinas Sosial Kota Banjarmasin agar bisa mengenal budaya yang sesuai ajaran agama, terutama Islam.” Ucap Hasnah.

Padahal, Satpol PP Banjarmasin sendiri sudah beberapa kali menjaring anak punk ini. Mereka ditangkap dan digelandang, hingga rambut-rambut khas anak punk ini digunduli. Ternyata, dari data Satpol PP Banjarmasin, kebanyakan anak punk bukan berasal dari Banjarmasin.  “Kebanyakan mereka berasal dari Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Jawa Timur,” ujar mantan Kepala Satpol PP Kota Banjarmasin, Ichwan Noor Chalik, beberapa waktu lalu.(jejakrekam)

Penulis : Sira Awdi

Editor   : Didi GS

 

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2017/02/11/fenomena-anak-punk-yang-masih-dianggap-meresahkan/

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.