Label Syariah di Antara Himpitan Kanibalisme Hotel Konvesional

0

BEBERAPA brand jaringan hotel internasional menyerbu Kota Banjarmasin. Di tengah bisnis perhotelan yang kian menghimpit, bahkan condong kanibalisme, geliat hotel yang menerapkan syariah masih mampu bertahan.

PASAR bisnis hotel di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan di atas kertas sepertinya sudah stagnan, alias tak bergerak dari sisi tingkat okupansi. Saat ini, dalam kondisi rawan karena okupansi sudah berada di kisaran 50 persen, bahkan melorot di angka 40 persen. Namun, serbuan hotel baru berbasis jaringan seperti Fave, Horison, dan Best Western tetap bertarung merebut pasar. Sedangkan, nama-nama jejaring hotel berkelas seperti Aston, Mercure, Novotel, Golden Tulip, Swissbel, dan Dafam sudah lama bersaing di pasar hotel berbintang.

Sebagai pengusaha hotel sekelas penginapan, Anang Rosadi Adenansi juga mengaku bingung dengan masih tingginya investasi hotel di Banjarmasin. “Padahal, kalau okupansi sudah di angka 40 persen itu sudah masuk kategori rawan. Bayangkan, dari ratusan kamar yang disediakan hotel, terisi hanya separuh atau malah kurang. Ini jelas akan merugikan,” tutur Anang Rosadi Adenansi di Banjarmasin, Senin (6/2/2017).

Seharusnya, menurut Anang Rosadi, pemerintah kota selaku regulator mengarahkan investasi yang belum dilirik, bukan malah menumpuk di sektor perhotelan. “Ya, sah-sah saja bagi investor untuk menanamkan modalnya ke bisnis hotel. Tapi, bisnis ini sebetulnya sudah jenuh di Banjarmasin,” ucapnya. “Bahkan, kalau benar, bisnis hotel yang esek-esek juga sudah sulit di tengah kondisi perekonomian sekarang,” tambahnya.

Dia mencontohkan di satu kawasan di Jalan Kertak Baru Ilir dan Hulu saja, sudah ada belasan hotel kelas melati dan berbintang yang bersaing. Belum lagi, di kawasan Jalan Achmad Yani yang menjadi poros perkembangan hotel juga sudah sesak. “Bayangkan saja, di kawasan Jalan Brigjen H Hasan Basry, sudah banyak berdiri hotel. Makanya, pemerintah kota tak boleh lepas tangan untuk mengarahkan investasi ke arah yang lebih menggenjot perekonomian kota,” tutur mantan anggota DPRD Kalsel ini.

Mengapa Anda memilih bisnis hotel syariah di tengah kanibalisme hotel konvesional? Anang Rosadi mengakui dari 14 kamar yang disediakan, tingkat okupansi masih relatif normal. “Bagi saya, kalau sudah terisi 6 hingga 8 kamar se hari itu sudah untung. Memang, saya membidik tamu pelanggan, bukan tamu baru karena harus bersaing dengan hotel-hotel yang ada di Banjarmasin,” ujar pemilik Penginap Borneo Syariah di Jalan Jafri Zamzam, Banjarmasin ini.

Ia menyadari di Banjarmasin yang bergerak di hotel berbasis syariah hanya ada tiga buah, dua di antaranya adalah Hotel Rahmat dan Hotel 99 di kawasan Jalan Achmad Yani. Pemberlakuan hotel syariah ini adalah setiap tamu harus menunjukkan surat nikah bagi yang berlainan jenis, atau dokumen lainnya untuk identitas tamu sealamat. “Kalau ada tamu yang mencurigakan, ya kami tolak baik-baik. Jujur, bisnis hotel ini merupakan bisnis yang stagnan. Jadi, kalau mampu bertahan sudah bagus,” kata Anang Rosadi.

Menurutnya, dengan minimnya destinasi wisata yang ditawarkan di Banjarmasin dan sekitarnya, sebetulnya bisnis hotel syariah hanya memberi alternatif kepada para tamu di tengah persaingan ketat antar hotel konvesional. “Ibarat rumah, kami hanya menyediakan tempat menginap yang nyaman untuk beristirahat. Makanya, kami tak menyuguhkan hiburan atau sejenisnya. Ya, cukup untuk beristirahat dengan tenang bagi tamu yang datang, tanpa harus bising dengan hiburan,” tuturnya.

Penginapan Borneo Syariah ini pun tak menawarkan sarapan pagi seperti hotel-hotel lainnya, karena tarifnya yang cukup murah dari Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per malam. Menurut Anang Rosadi, desain penginapan sengaja dibuat dengan kamar-kamar terpisah, bahkan ada pula yang dikontrakkan terkhusus bagi tamu-tamu yang sudah menjadi pelanggan. “Kebanyakan tamu yang datang berasal dari Kalimantan Tengah, atau Hulu Sungai. Biasanya, mereka merupakan tamu yang ada keluarganya tengah sakit di rumah sakit, atau yang lagi ada keperluan bisnis di Banjarmasin,” kata Anang.

Di tengah perang tarif antar hotel konvesional yang menghimpit, Anang Rosadi hakkul yakin bisnis hotel berbasis syariah tetap punya pelanggan tersendiri. “Sebab, kebanyakan tamu yang datang memang tujuan untuk beristirahat di sela kepenatan urusan. Itu yang kami bidik,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis  : Didi GS

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.