Menyoal Tenaga Kerja Asing

0

MENTERI Ketenagakerjaan Republik Indonesia Hanif Dhakiri membantah rumor adanya 10 juta tenaga kerja asing. Menurutnya,tenaga kerja asing yang ada sekitar 70 ribu berdasarkan jumlah IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing) sesuai dengan syarat kompetensi dan alih teknologi berdasarkan peraturan yang berlaku. (Merdeka.com 21 Juli 2016).

BERBANDING terbalik, dalam website resmi KSPI Said Igbal mengungkapkan data di awal tahun 2016 banyak pabrik yang mengalami PHK besar-besaran. Tetapi secara bersamaan isu tenaga kerja asing asal China terus menguat. Bagi KSPI ini ironi karena di satu sisi banya kburuh Indonesia yang kehilangan pekerjaan tetapi di sisi lain banyak tenaga kerja asing yang mengisi pekerjaan itu. Disinyalir, buruh illegal asal China ini bekerja di sektor manufaktur, pembangkit listrik, perdagangan, jasa, dan sektor lainnya yang tersebar di Bali, Kalimantan, Sulawesi Tenggara, Banten, Papua, Jakarta, dan daerah lainnya.

Ditambahkan Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat pun membeberkan bahwa tenaga kerja asing dengan status sebegai pekerja kasar diupah sekitar 15juta/bulan ini berbanding terbalik dengan pekerja kasar asli Indonesia yang mendapatkan gaji perbula sekitar Rp 1 juta lebih dalam forum diskusi di salah satu stasiun televisi. Pernyataan ini sendiri diperkuat oleh Arif Payuono menyatakan dengan masuknya puluhan ribu tenaga kerja asing unskill illegal dari China ke Indonesia menjadi bukti kelemahan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), dalam masalah keimigrasian dan pengawasan tenaga kerja asing (Lensa Indonesia 21 Desember2016). Sebelumnya, Jokowi sendiri juga telah mengungkapkan banyaknya tenaga kerja asing illegal di Riau, dan saat dikonfirmasi ke dinas terkait pun tidak dapat memberikan data tentang status tenaga kerja asing ini.

Regulasi Menjadi Perisai Buruh Asing

Secara filosofi lahirnya UU No 13 Tahun 2003 dibuat untuk melancarkan proses pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual secara subjektifnya pun menempatkan posisi yang lebih menguntungkan untuk tenaga kerja dalam hubungan industrial.

Dalam pasal 42 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatur bahwa “Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu”. Secara khusus pasal ini menjelaskan tenaga kerja asing hanya untuk sementara, untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia serta melindungi, menjamin dan memberi kesempatan kerja yang layak bagi Warga Negara Indonesia. Oleh karena itu, mengapa dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 diatur cukup ketat penggunaan tenaga kerja asing seperti wajib memiliki RPTKA (Rencana PenggunaanTenaga Kerja Asing) dalam pasal 43 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003,  IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing) dalam pasal 42 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003, serta kewajiban untuk menunjuk tenaga kerja pendamping untuk tenaga kerja asing (pasal 45 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003. Artinya, semangat tidak menjadikan pekerja asing sebagai pekerja tetap telah diuraikan dengan maksud agar penggunaan tenaga kerja asing ini untuk mendorong kemampuan tenaga kerja Indonesia yang selanjutnya akan menggantikan posisi tenaga kerja asing di Indonesia.

Melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing mengakomodir dalam penggunaan tenaga kerja asing, dengan administrasi yang sistematis berawal dari mendapatkan RPTKA (Rencana PenggunaanTenaga Kerja Asing)  hingga IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing) sampai keberlakuan tata kelola secara administrasi. Melihat keseluruhan regulasi ini sangat selektif dalam penggunaan tenaga kerja asing, sehingga apabila terdapat tenaga kerja asing low skill, maka patut dipertanyakan bagaimana itu bisa terjadi? Ini mengingat kita tidak memiliki kekurangan secara regulasi.

Kementerian Ketenagakerjaan Harus Berbenah

Pemerintah diwakilkan melalui Kementerian Ketenagakerjaan harus segera membenahi kinerjanya. Sebagai instansi yang memiliki wewenang lingkup pintu gerbang tenaga kerja asing serta menjadi pengawas dalam pelaksanaanya. Mengingat data serta kritikan dari para politisi dan aktivis buruh yang bertolak belakang dari pendapat pihak Kementerian Ketenagakerjaan. Dengan bijak semestinya pihak pemerintah lebih legowo dalam temuan data tersebut, bukan membentengi diri dengan perang opini yang tidak memberikan solusi hanya memperkeruh keadaan bukan selayaknya sebagai pelayaan publik yang berprinsip good governance. Patutnya, duduk bersama dari semua elemen eksekutif, legislatif yang terkait serta masyarakat diwakilkan LSM untuk memberantas invasi tenaga kerja asing ini.

John Rawls dalam konsep keadilan dengan perspektif “liberal-egalitarian of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya institusi-intitusi sosial, akan tetapi kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan khususnya masyarakat lemah. Penulis mengkorelasikan data dari aktivis buruh yang mengungkapkan tenaga kerja asing bekerja sebagai pekerja kasar yang memiliki pendapata Rp 15 juta/bulan, sedangkan tenaga kerja Indonesia hanya mendapatkan Rp 1 juta lebih. Dengan praktek seperti ini pihak pemerintah telah menyimpang dari nilai keadilan dengan melakukan maladministrasi dalam pelaksanaan, pengawasan dan penegakan regulasi ketenagakerjaan ini.

Pengawasan dan Penegakan Regulasi

Benang merah yang dapat ditarik yang pertama, Kementerian Ketenagakerjaan harus mengevaluasi terhadap kinerjanya hingga ke Dinas Tenaga Kerja tingkat daerah yang berinteraksi langsung terhadap tenaga kerja asing serta membuka diri dengan pihak legislatif serta aktivis buruh agar membangun hubungan industrial sesuai peraturan perundang-undangan, invasi tenaga kerja asing ini sendiri dapat memberikan ancaman kedaulatan negara, apabila tidak ditanggulangi. Kedua, pejabat pemerintah daerah serta LSM ataupun masyarakat harus lebih giat dan kritis dalam pelaksanaan ketenagakerjaan ini dan tidak memberi ruang praktek illegal dalam ketenagakerjaan serta mempidanakan perusahaan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sudah sepatutnya, Kementerian Ketenagakerjaan itu menjalankan konsep sila kelima Pancasila yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ketiga, para pejabat yang berwenang harus memiliki jiwa anti korupsi dalam melaksanakan kewenangannya, karena kalau dibiarkan saja tentu sangat berkaitan dengan kedaulatan negara ke depan.(jejakrekam)

 

Penulis : Muhammad Imam Satria Jati SH

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance (PARANG ULM)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.