Dari Halaqoh, Terbitlah Ulama Besar di Tanah Banjar

0

PESATNYA perkembangan Islam di Kalimantan Selatan, tak lepas dari sentuhan tangan nan lembut seorang Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary. Dari halaqoh itu, ulama kharismatik Kesultan Banjar ini melahirkan para ulama-ulama besar yang menyebar ke Nusantara hingga ke jazirah Arab.

SEJAK awal, dari halaqoh atau pusat pengajian Datu Kalampayan ini banyak ulama yang terbit bak mentari pagi yang menyinari bumi. Mereka pun menyebar menjadi mufti, qadhi dan dai ke segala penjuru Kalimantan, Sumatera, Malaysia, Brunei Darussalam, hingga ke Tanah Arab yang menjadi pusat dinul Islam ini.

“Halaqoh Al Banjary inilah cikal-bakal Pesantren Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary di Dalam Pagar, Martapura,” kata Guru Fadlan, salah seorang pengajar di Pesantren Syekh M Arsyad, di Martapura, Selasa (31/1/2017).

Dalam sejarahnya, beber Guru Fadlan, halaqoh Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari,  berawal sekitar 1812, melahirkan banyak ulama, mufti dan qadi yang kemudian disebar ke pelosok-pelosok Kalimantan. Dengan dukungan Kesultanan Banjar yang menitikberatkan penyebaran dan mengembangkan agama Islam, para santri Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary ini menjadi para penjaga ajaran Rasulullah SAW di Tanah Banjar.

Usai Kerajaan Banjar dibubarkan secara sepihak oleh penjajah Belanda, ulama yang masih berada dalam garis keturunan Syekh Syekh Muhammad Arsyad, menduduki jabatan sakral seperti mufti dan qadhi.

Menurut Syekh Abdurrahman Shiddiq Al Banjary (Mufti Kerajaan Indra Giri, Riau) dalam Kitab Syajaratul Arsyadiyah disebutkan bahwa dzuriat Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah al Banjary (hingga waktu beliau menulis buku tersebut) berpangkat mufti ada 10 orang, dan 10 ulama diangkat menjadi qadhi.

Di antara anak yang menjadi mufti adalah Alimul Allamah Haji Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad al Banjary, Alimul Allamah Haji Ahmad bin Syekh Muhammad Arsyad al Banjary, Alimul Allamah Haji Muhammad As’ad bin Usman (beliau dikenal sebagai mufti pertama di Kerajaan Banjar),  Alimul Allamah Haji Muhammad Arsyad bin Mufti Haji Muhammad As’ad.

Lalu, Alimul Allamah Haji Syihabuddin, Alimul Allamah Haji Muhammad Khalid bin Allamah Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad al Banjary, Alimul Allamah Haji Muhammad Nur bin Alimul ‘Allamah Kadi Haji Mahmud, Alimul Allamah Haji Muhammad Husein bin Syekh Muhammad Arsyad al Banjary, Alimul Allamah Haji Jamaluddin bin Haji Abdul Hamid, hingga Syekh Abdur Rahman Shiddiq bin Haji Muhammad Afif bin Alimul Allamah Kadi Abu Naim bin Syekh Arsyad al Banjary.

Adapun yang berpangkat qadhi adalah Alimul Allamah Abu Su’ud bin Syekh Muhammad Arsyad al Banjary, Alimul Allamah Abu Naim Bin Syekh Muhammad Arsyad al Banjary, Alimul Allamah Haji Mahmud bin Haji Muhammad Yassin, Alimul Allamah Haji Muhd Amin bin Mufti Haji Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad al Banjari, Alimul Fadhil Haji Muhammad Ali al Junaidi bin Kadi Haji Muhammad Amin, Alimul Allamah Haji Muhammad Said al Jazuli bin Kadi Haji Su’ud, Alimul Allamah Haji Muhammad Amin bin Kadi Haji Mahmud, Alimul Allamah Haji Abdush Shamad bin Mufti Haji Jamaluddin bin Syekh Muhammad Arsyad al Banjary, Alimul Allamah Haji Muhammad Jafri bin Kadi Haji Abdush Shamad, Alimul Fadhil Kadi Haji Bajuri, hingga Alimul Fadhil Haji Muhammad As’ad bin Mufti Haji Muhammad Nur bin Kadi Haji Mahmud.

Dalam penelitian Wan Mohd Saghir –peneliti dari Malaysia yang juga keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary- masih banyak keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary yang menjadi mufti dan qadhi yang tak termuat dalam Kitab Syajaratul Arsyadiyah karya Syekh Abdurrahman Shiddiq.

Peran halaqoh yang sangat besar manfaatnya bagi umat di Kalimantan ini, terus dilanjutkan anak cucunya hingga ke generasi ketujuh.

“Pada generasi ketujuh inilah halaqoh ini dinamai dengan Madrasah Istiqomah pada tahun 1931 M dengan sistem kelas yang menyontoh corak dan gaya Madrasah Thawalib di Padang, Sumatera Barat,” terang Guru Fadlan yang juga alumni Pesantren Muhammad Arsyad ini.

Adalah Tuan Guru Zainal Ilmi yang membina madrasah ini pada tahun 1963 dengan nama baru Madrasah Syar’iyyah. Tahun 1988, pesantren ini kembali memperbaharui nama menjadi Sullamul Ulum, berdasar saran dari ulama besar Syekh Sya’rani Arif. Hal itu dikarenakan ada jenjang aliyah diniyah (menengah atas) dalam strata pendidikan di madrasah tersebut. Dan, sekitar tahun 1990 nama pesantren dinisbatkan kepada pendiri halaqoh menjadi Pondok Pesantren Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary.

“Hingga saat ini, dari TK hingga ulya, jumlah santri sekitar seribu orang yang berasal dari berbagai daerah di Kalimantan.  Alhamdulillah, selepas lulus dari pesantren ini, mereka turut mewarnai perkembangan di masyarakat. Di antaranya ada yang jadi ulama, guru, dosen, polisi, bekerja di pemerintahan, dan lainnya,” terang Guru Fadlan,

“Adapun guru-gurunya 90 persen alumni Pesantren Syekh Muhammad Arsyad dan Bangil (Pesantren Datuk Kelampayan yang didirikan Syekh Muhammad Syarwani Abdan,” tambahnya.

Mengapa demikian? Menurut Guru Fadlan, hal dikarenakan Syekh Muhammad Syarwani Abdan, merupakan mantan pengajar di Pesantren Muhammad Arsyad Dalam Pagar, sehingga ketika beliau pindah ke Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, dan mendirikan pesantren, maka murid-murid yang pernah belajar pada beliau, akhirnya mengikuti jejaknya, menimba ilmu di Tanah Jawa, tempat pesantren yang didirikan Guru Bangil tersebut.

Di antaranya, ada yang 11 tahun, ada pula yang menuntut ilmu agama selama 8 tahun. Beragam. Karena pada waktu itu, Pesantren di Bangil tidak mengadopsi sistem kelas. “Hanya mengaji duduk istilah Urang Banjar,” jelas Guru Padlan, yang juga warga Dalam Pagar, Martapura ini.(jejakrekam)

 

 

 

 

 

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2017/01/31/dari-halaqoh-terbitlah-ulama-besar-di-tanah-banjar/,abu naim al banjari,Makam abu naim anak datu kalampayan,datu naim,syajaratul arsyadiyah,Kitab syaja,ke turunan k 4 dari datu kalampaya di nagara,cucu Qadhi abu suud,alimul fadil muhammad yasin,turunan abu naim nagara
Penulis M Bulkini
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.