Secercah Harapan Sang Pegawai Horoner

0

ANGIN segar berhembus untuk saudara-saudara kita yang bekerja sebagai pegawai honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non PNS dan tenaga kontrakyang terus menerus bekerja dengan setianya di pemerintah daerah.

PASALNYA, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengajukan usul inisiasi untuk merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).Poin terpenting perubahan ini adalah untuk menyelesaikan urusan pegawai honorer, pegawai tidak tetap, tenaga kontrak, harian lepas, dan lain sebagainya. Pegawai yang bekerja di instansi pemerintah di atas 5 tahun yang statusnya tidak jelas diharapkan problem tersebut selesai.Usul inisiasi revisi UU ASN tersebut dalam hal ini nantinya pemerintah tidak boleh melakukan pengadaan pegawai honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non pns dan tenaga kontrak. Dengan diselesaikannya masalah itu, ke depannya tak ada lagi honorer yang bingung akan kepastian statusnya dalam bekerja sebagai abdi pemerintah.

Pegawai honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non PNS dan tenaga kontrak yang telah berlangsung bertahun-tahun kini mendapat secercah harapan melalui perubahan terbatas terhadap UU ASN tersebut. Pengangkatannya pun memang secara tegas dirumuskan dalam rencana perubahan UU ASN ini agar diangkat menjadi PNS. Perubahan UU ASN ini merupakan dasar hukum sekaligus bentuk kehadiran pemerintah serta memberikan kepastian hukum kepada pegawai honorer. Salah satu yang menjadi perhatian dalam UU ASN adalah Pasal 13A ayat (2) yang menyebutkan bahwa disebutkan “Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada verifikasi dan validasi kelengkapan syarat administrasi”. Dalam hal ini tidak diatur secara rinci bagaimana tahapan verifikasi dan validasi yang dimaksud untuk kepastian hukum bagi pegawai honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non pns dan tenaga kontrak.

Dalam revisi UU ASN yang baru memang tidak disebutkan secara rinci soal mekanisme tes. Disana hanya menyebutkan bahwa pemerintah harus mengangkat pegawai honorer menjadi PNS dalam pasal 131A dan pasal 135A. Dan pada pasal 135A ayat 2 dipertegas bahwa pada saat UU ini mulai berlaku, pemerintah tidak boleh melakukan pengadaan pegawai honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non pns dan tenaga kontrak. Begitupun terkait pengangkatan pegawai honorer juga sudah semestinya dilakukan di tingkat pusat untuk menghindari praktik pungutan liar yang dilakukan di tingkat daerah. Sehingga perlu adanya dalil yang menyebutkan pada regulasi tersbut yang menyatakan harus diperintahkan diangkat di tingkat pusat lalu dilimpahkan ke daerah.

Namun di samping itu, hal juga yang harus menjadi perhatian adalah anggaran pembayaran gaji harus mendapatkan perhatian lebih, negara akan mengangkat kurang lebihnya 439 ribu tentang honor K2 dan gaji yang akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bisa mencapai Rp 23 triliun. Harus ada penjelasan tuntas dari pemerintah nantinya terkai anggaran yang keluar tersebut dan jangan sampai ini menjadi beban negara dan menjadin persoalan baru yang akan muncul dikemudian hari. Dan yang menjadi perhatian penting juga adalah UU itu nantinya mengamanatkan penerbitan tujuh peraturan pemerintah (PP) sebagai pelaksanaan atas UU itu. Satu PP tentang Pensiun, tentang manajemen PNS, penilaian kinerja PNS, disiplin PNS, manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), soal Korps ASN dan mengenai Gaji dan Tunjangan. Ini juga harus menjadi perhatian serius.

Di samping itu, revisi UU ini akan lebih banyak memberikan manfaat untuk membenahi sistem kepegawaian negara menjadi lebih berkeadilan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Selain itu juga pegawai honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non PNS dan tenaga kontrak yang disebutkan dalam UU ini akan diangkat menjadi PNS secara langsung dengan memprioritaskan mereka yang memiliki masa kerja paing lama atau tanpa ada batasan usia bagi mereka yang bekerja pada bidang fungsional yang sama secara terus menerus.

Terakhir, pengangkatan PNS dilakukan dengan mempertimbangkan masa kerja, gaji, dan tunjangan yang dengan ketentuan bahwa kualitas hidup dan kesejahteraan pegawai tidak boleh berkurang dan lebih buruk dibandingkan sebelumnya serta memuat pengaturan semua pegawai ASN tanpa diskriminasi wajib memperoleh program jaminan. Harapan kedepan semoga pemerintah bijaksana dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan hajat hidup orang banyak dan selalu berkordinasi dengan dewan untuk kemudian masuk ke tahap pembahasan di pansus atau komisi terkait.(jejakrekam)

Penulis : Darul Huda Mustaqim

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi And Good Governance ULM

Foto     : Berita Terkini

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.