Awas, Statusmu adalah Harimaumu

0

MEDIA SOSIAL sosial memiliki berbagai macam fungsi. Selain sebagai fungsi hiburan, mengekspresikan diri serta memiliki fungsi ekonomi. Di samping itu, media sosial saat ini juga memiliki fungsi sebagai wadah diskusi publik, di antaranya Facebook dan Instagram.

MEDIA sosial juga saat ini memiliki fungsi sebagai penyebar informasi dalam berbagai subbidang. Media sosial saat ini diibaratkan sebagai sesuatu yang serba bisa, tidak mengherankan banyak masyarakat yang tidak bisa hidup tanpa media sosial.

Salah satu media sosial yang paling sering diakses masyarakat saat ini adalah Facebook dan Instagram. Media sosial sebagai konsumsi publik banyak masyarakat pengguna Facebook atau Instagram sering berbuat khilaf menuliskan keluh kesah pribadi di postingan miliknya. Menulis keluh kesah pribadi di media sosial sama bisa dianggap membuka aib diri kita sendiri.

Selain itu, saat ini Facebook dan Instagram sedang dalam kondisi darurat. Informasi hoax dan hate speech yang beredar luas di kedua media sosial ini telah membuat banyak masyarakat gelisah. Tidak tanggung-tanggung, informasi yang beredar mampu membuat perpecahan di masyarakat. Informasi yang diposting rata-rata yang dibahas tentang isu ras, etnis dan agama.

Isu ras, etnis dan agama sering dipakai para oknum penyebar hoax untuk kepentingan kampanye pemilu. Sejak kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahja Purnama (Ahok) penyebaran informasi berbau hoax dan hate speech di Facebook dan Instagram semakin merajalela. Genderang perang melawan hoax dan hate speech mulai ditabuh kembali. Banyak kelompok masyarakat saat ini melakukan gerakan untuk melawan peredaran informasi hoax di media sosial yang saat ini sedang beredar.

Bagi pelaku penyebar hoax bisa terancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Di dalam pasal itu disebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. Namun terkadang saat ini banyak masyarakat yang masih belum mengetahui apakah informasi yang disebar informasi benar atau hoax

Ada beberapa ciri-ciri informasi berita yang diduga mengandung unsur hoax di media sosial Facebook dan Instagram. Pertama, judul atau caption berita menggunakan kata-kata yang sensional atau provokatif dengan menuding kelompok tertentu. Kedua perhatikan benar-benar akun Facebook atau Instagram tersebut mengutip situs yang tervervikasi atau tidak. Dalam catatan dewan Pers terdapat 43.000 situs yang mengatasnamakan sebagai portal berita. Namun, yang terverifikasi oleh Dewan Pers tidak sampai 300 situs. Artinya, ada sekitar puluhan ribu situs yang berseliweran di Indonesia yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenaran sumber informasinya.

Tiga hal inilah yang sering diacuhkan masyarakat saat mendapatkan informasi hoax saat mengakses media sosial. Terkadang, masyarakat langsung mempercayai mentah-mentah informasi tersebut karena kurangnya pengetahuan, bahkan ada juga masyarakat yang memforward pesan tersebut untuk disebarkan lagi. Perlu diketahui karena kurangnya pengetahuan masyarakat dengan ikut menyebarluaskan informasi hoax tersebut si penyebar pesan bisa dianggap melanggar Pasal 28 ayat 1 tentang UU ITE.

Ada beberapa etika yang perlu diketahui masyarakat tentang bagaimana kita harus bersikap bagaimana cara bermedsos yang benar terutama di Facebook dan Instagram. Pertama, media sosisal adalah konsumsi umum, andaa harus sadar apapun yang diposting di media sosial akan menjadi konsumsi publik. Kedua, pastikan informasi tersebut terjamin kebenarannya dan bermanfaat untuk dikonsumsi bagi masyarakat, sertakan pula data atau sumber untuk meyakinkan informasi kepada khalayak ramai. Hal ini tentunya untuk menghindari berita hoax.

Selanjutnya, jangan terpancing emosi saat mengakses media sosial, saat ada informasi yang bersifat provokatif yang mampu menimbulkan perkelahian dikalangan masyarakat. Lebih baik anda melaporkan akun tersebut kepada kepolisian sebelum menimbulkan pertikaian di masyarakat. Keempat, jangan pernah menulis permasalahan pribadi anda di media sosial termasuk Facebook dan Instagram. Karena, secara tidak sengaja anda membiarkan aib anda sendiri menjadi konsumsi publik. Ada beberapa kasus karena menulis permasalahan pribadi di media sosial dan akhirnya berakhir pada kasus Hukum. Salah satunya kasus Prita Muliasari, dimana ia menuliskan tentang permasalahaan pribadinya di internet terkait pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional dan kesalahan diagnosa dokter kepada dirinya saat dirawat di rumah sakit tersebut. Pada kasus inilah yang menyebabkan  ibu dua anak tersebut mendekam di Lembaga Permasyarakatan Wanita Tangerang karena curhatannya.

Melihat kasus yang dialami oleh Prita Muliasari, seharusnya sejak dari dulu masyarakat dapat belajar bagaiamana cara beretika dalam bermedia sosial. Tidak heran kata kiasan “statusmu harimaumu” patut menjadi ancaman bagi para pengguna media sosial. Saat ini para pengguna media sosial juga harus berhati-hati saat membuat postingan di Facebook atau Instagram. Karena saat ini kepolisian sudah mendeteksi ribuan  akun media sosial dan media online yang menyebarkan informasi hoax, provokasi hingga SARA. Dari angka tersebut sudah ada 300 situs dan media sosial yang telah diblokir. Pemblokiran ini dilakukan dengan tujuan agar tidak menimbulkan kecemasan di lingkungan masyarakat serta menghindari perselisihan antar kelompok suku dan agama.

Saat ini Polisi internet atau Cyber Crime Police dari POLRI sudah harus bekerja ekstra dalam memerangi penyebaran virus hoax dan hate speech di media sosial dan internet. Patut kita sadari sebagai masyarakat Lembaga Kepolisian akan sangat kewalahan apabila hanya polisi Cyber Crime saja yang bekerja memerangi hoax dan hate speech di media sosial dan internet.

Masyarakat setia pengguna media sosial juga dituntut untuk bersama-sama turun tangan memerangi hoax dan hate speech. Sama halnya masyarakat bersama kepolisian turun bersama memerangi terorisme dan tindak pidana kriminal. Apabila masyarakat hanya bersikap acuh terhadap penyebaran isu tersebut kasus ini justru akan merajalela dan ditakutkan malah menjadi ancaman untuk memecah belah persatuan bangsa.(jejakrekam)

 

Penulis : Budi Roni Wijaya

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lambung Mangkurat Konsentrasi Jurnalistik

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.