Masuk Kotak, Pemberlakuan Sistem Merit Dipertanyakan

0

ADANYA 23 pejabat senior yang masuk kotak alias difungsionalkan oleh Gubernur H Sahbirin Noor, penerapan sistem merit yang jadi acuan baku dipertanyakan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan.

KABAR tak mengenakkan itu beredar, terkait adanya 23 pejabat tinggi pratama masuk deretan jabatan fungsional sekelas eselon II, tak lagi berada di strata struktural lingkungan Pemprov Kalimantan Selatan. Kebijakan semacam ini dinilai pengamat politik dan kebijakan publik FISIP Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary, DR M Uhaib As’ad, akan menggangu optimalitasi pemerintahan Paman Birin-sapaan akrab Sahbirin Noor ke depan.

“Padahal, esensi dari sebuah pemerintahan atau birokrasi itu adalah menerapkan konsep penilaian terhadap pejabat dengan sistem merit seperti diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Ini artinya, dalam penilaian pejabat itu menyesuaikan kecakapan yang dimiliki, baik pendidikan formal, pengalama kerja, serta penguasaan tugas dan pekerjaan. Sistem merit yang harusnya berlaku di lingkungan Pemprov Kalsel,” ujar Uhaib As’ad, di Banjarmasin  (Jumat 27/1/2017)

Intinya, menurut Uhaib, dalam sistem merit itu tentu akan menjaring pejabat yang memiliki profesionalitas, kapabilitas, serta transparansi yang menjadi tuntutan dari peraturan perundang-undangan. “Jika tidak, kita khawatir Kalimantan Selatan justru akan mengalami penurunan indeks pembangunan manusia (IPM) seperti tahun-tahun sebelumnya. Ya, akibat salah dalam menempatkan seorang pejabat di posisi yang tepat,” tuturnya.

Doktor jebolan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini mengeritik jika jabatan yang diisi itu ternyata adalah orang-orang yang dinilai dari sisi loyalitas atau unsur like and dislike (suka atau tidak suka). “Memang jabatan seorang gubernur itu adalah jabatan politis. Tapi, ingat dalam tata pemerintahan atau administrasi negara tetap berlaku aturan yang baku. Artinya, seorang pemimpin daerah, bukan dalam kategori penguasa daerah harus mengikuti peraturan perundang-undangan,” ujar Uhaib.

Peneliti politik dan kebijakan skala internasional ini tak ingin di lingkungan Pemprov Kalsel terbentuk sebuah patronase politik. Hal ini berarti, semua keputusan atau kebijakan itu berada di satu tangan, tanpa mempertimbangkan aturan yang ada.

“Ya, memang ada mekanisme lelang jabatan, tapi bagi pejabat yang sudah berkompeten di bidang ilmunya, tentu hal itu tak berlaku. Apalagi, sekarang di Pemprov Kalsel terdapat 9 jabatan yang dilowongkan dan diisi pelaksana tugas atau adanya jabatan ganda,” ucap Uhaib.

Namun, menurut dia, penerapan inpassing atau proses penyetaraan kepangkatan, golongan dan jabatan fungsional PNS, bukan pula menjadi jalan terakhir bagi para pejabat yang sekarang di-nonjob-kan.

Menariknya, Uhaib juga melihat justru di era Gubernur H Sahbirin Noor telah terjadi perombakan dalam tiga gelombang yakni pada 9 September 2016, 21 Oktober 2016, dan terakhir November 2016 lalu.  “Kami sebagai rakyat Kalimantan Selatan tentu berharap ada keterbukaan alasan di balik perombakan yang berlangsung di pemerintahan daerah,” ujarnya.

Uhaib juga menyarankan DPRD Kalsel sebagai penyambung lidah rakyat bisa meminta penjelasan kepada Gubernur Sahbirin Noor terkait adanya posisi lowong pejabat tinggi pratama. Seperti diketahui, Nurul Fajar Desira yang merangkap Kepala Bappeda Kalsel sebagai Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Kemudian, Rusdiansyah yagn dipercaya sebagai Plt Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi Kalsel. Lalu, Birhasani sebagai Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Hanif Faisol Nurrofiq diberi tugas sebagai Plt Kepala Badan Badan Perizinan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Kalsel.

Hal ini dikaitkan Uhaib dengan prestasi pemerintahan daerah Kalsel yang menjadi contoh daerah lainnya, karena telah meraih predikat B plus serta laporan keuangan yang telah wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Mungkin, kalau tata laksana pemerintahan daerah berlangsung optimal, Kalsel bisa saja meraih poin A dari pemerintah pusat. Ini tentu berpengaruh terhadap porsi anggaran yang akan diberikan Jakarta,” pungkas Uhaib.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Foto      : Infuz

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.