Menuju Kejayaan Peradaban Kota Sungai

0

TATA ruang kota merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perkembangan kota yang cenderung mengabaikan kawasan hijau kota, berupa ruang terbuka hijau, hutan kota, dan taman kota, sungguh sangat disayangkan.

KETIADAAN hutan kota yang mestinya dapat berfungsi sebagai penyerap karbon, peredam kebisingan, pengatur tata air, dan peredam kebisingan, makin membuat kondisi lingkungan kota Banjarmasin makin parah. Pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan kota Banjarmasin yang notabene adalah kawasan rawa sangat berpengaruh terhadap tata air. Akibat adanya pengurukan kawasan rawa menyebabkan kemampuan kawasan rawa sebagai kawasan penyangga yang mampu menyerap air di musim hujan dan mendistribusikannya kembali di musim kemarau menjadi rusak. Saat ini, sudah dirasakan oleh masyarakat kota Banjarmasin di mana terjadi banjir atau genangan air pada musim hujan dan masuknya air laut lebih jauh ke daratan (infiltrasi air laut). Hal ini diperparah dengan tidak tertatanya drainase sebagai pengatur keluar masuknya air.Kawasan industri yang lokasinya berada di bantaran sungai dan di tengah-tengah masyarakat tidak dilakukan penataan kembali.Padahal, hal ini sangat mengganggu bagi kesehatan masyarakat sekitar, misalnya, pabrik karet dan stock file batubara di Pelambuan, hingga dampak bau tidak sedap dan debunya terasa di Jalan Yos Sudarso.

Pembangunan perkotaan yang dilakukan masih belum mengindahkan kaidah-kaidah lingkungan hidup dan penataan ruang kota yang ramah lingkungan. Polusi udara, pencemaran air, masalah sampah, buruknya pengelolaan sungai merupakan penyebab utama berbagai penyakit yang menyerang penduduk kota terutama kalangan bawah. Mesti dilakukan perubahan mendasar paradigma dan kebijakan dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup ke depan di Kalimantan Selatan. Masyarakat mesti mendorong kerja-kerja Gubernur Kalimantan  Selatan dan WalikotaBanjarmasin serta para wakil rakyat yang baru duduk di DPRD, baik Provinsi maupun Kota Banjarmasini, agar bekerja lebih optimal dalam membangun “Kota Seribu Sungai” dengan bersandar pada aspek lingkungan hidup, sosial-budaya, selain aspek ekonomi.

Solusi

Fenomena pemanasan global dan degradasi kualitas lingkungan memaksa Jakarta harus membangun kota (sungai) ramah air untuk menghidupkan kembali air dalam tata kotanya. Ini sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 7/2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, dan Permendagri No 1/2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan. Ada lima kriteria, yakni kemudahan akses publik terhadap air, partisipasi masyarakat dalam membangun budaya ramah air, penataan muka dan badan air secara berkelanjutan, pengelolaan air, dan limbah ramah lingkungan. Kota memberikan kemudahan akses untuk memperoleh air bersih layak minum. Di tempat-tempat publik di terminal, stasiun, dan taman disediakan keran air minum gratis. Saluran air terhubung secara hierarkis (kecil ke besar sesuai kapasitas), tidak terputus, terawat baik bebas sampah, bersih, dan lancar. Partisipasi masyarakat membersihkan saluran air di depan rumah harus terus digiatkan.

Banjarmasin sebagai  Kota Seribu Sungai,  maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan harus memformat ulang fungsi bantaran sungai agar bebas dari sampah, mengatur tata pemukiman daerah agar tertata rapi sebagai ciri khas objek Kalimantan Selatan, menghijaukan kembali bantaran sunga, serta menjadikannya halaman muka bangunan dan wajah kota. Meski memakan waktu dan energi yang banyak, upaya revitalisasi bantaran sungai harus diikuti sosialisasi yang mendorong warga untuk berpartisipasi pindah secara sukarela bergeser (bukan tergusur) ke kawasan terpadu yang komprehensif yang sesuai dengan tatanan kota secara terpadu.

Pemerintah daerah, pengembang besar, dan perancang kota bersama membangun kawasan terpadu yang terencana matang dan layak huni. Kawasan dilengkapi fasilitas hunian vertikal, perpaduan berimbang 1:3:6 (1 hotel, 3 apartemen, 6 rusunawa/mi), pendidikan (sekolah, kursus, pelatihan), ibadah, perkantoran, dan pasar, serta dekat jalur transportasi publik. Penghuni cukup berjalan kaki atau bersepeda ke tempat tujuan dalam kawasan, serta mengandalkan transportasi publik ke luar kawasan. Jika tidak, warga yang tergusur (tergeser) pasti akan berpindah menghuni ruang hijau kota lainnya (bantaran sungai, bawah jalur tegangan tinggi, dan kolong jembatan) yang memang banyak tidak terawat. Begitu seterusnya. Setelah itu, bantaran sungai, warga dapat menyusuri sungai menuju ke berbagai tempat tujuan harian (kantor, sekolah, pasar) dengan aman, nyaman, dan bebas kemacetan sambil menikmati keindahan lanskap tepi sungai. Pengoperasionalan perahu air sebagai alat transportasi air kota (waterway) berikut jalur sepeda akan mendukung pola transportasi makro terpadu Banjarmasin.

Sebagai daerah terbuka untuk publik yang menarik, warga dapat menggelar acara rekreasi bersama keluarga atau teman di tepi sungai setiap akhir pekan.Komunitas peduli lingkungan membentuk koperasi masyarakat cinta sungai.Berbagai perhelatan turisme seperti Festival Sungai digelar menjadi kalender tetap pariwisata Kota Banjarmasin. Untuk menjaga kebersihan dan mengendalikan pemanfaatan sungai, pemerintah kota harus mengoperasikan patroli perahu kecil pembersih sungai setiap hari untuk mengangkut sampah tepi sungai sekaligus mengawasi pemanfaatan badan sungai oleh masyarakat.

Sebagai pengelolaan kota air, Banjarmasin dapat bercermin pada satu kota yang terletak di Italia, yaitu Venesia. Kota Venesia sangat terkenal sebagai kota air yang menjadikannya kota pariwisata, dikunjungi oleh ribuan wisatawan setiap tahunnya dengan pemasukan devisa yang sangat besar. Nusantara mempunyai Venesia dari Timur, yang belum dipoles, sehingga belum dapat dipromosikan. Kota Banjarmasin telah mempunyai infrastruktur sebagai kota sungai, yang jika dikembangkan secara konsisten akan menjadi tujuan wisata mancanegara alternatif selain Bali, Lombok, Yogyakarta, Danau Toba dan lain lain. Sebelum sempat dikembangkan sebagai kota sungai, perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini, malah semakin menjauhkan Banjarmasin dari substansinya sebagai kota sungai dengan memusatkan pembangunan melulu pada infrastruktur darat dan membiarkan penghunian di bantaran dan di dalam badan sungai, pada banyak sungai, terutama di pusat kota, sehingga keindahan sungai menjadi hilang sama sekali, diganti dengan pemandangan yang kumuh. Demikian juga alokasi dana pembangunan kota Banjarmasin yang tidak seimbang antara pembangunan infrastruktur darat dan infrastruktur sungai. Padahal jika benar-benar ingin mengembangkan kota sungai, alokasi dana pembangunan infrastruktur harus seimbang, antara infrastruktur darat dan infrastruktur sungai. Beberapa hal yang perlu diperhatikan jika ingin membangun kota sungai Banjarmasin adalah kelembagaan dengan mewujudkan terbentuknya Dinas Penataan/ Revitalisasi Sungai atau sejenisnya. Tentu saja, dengan memberikan alokasi dana yang seimbang antara pembangunan wilayah daratan dan sungai, serta dengan membenahi pemukiman-pemukiman kumuh di sepanjang bantaran sungai dan di dalam badan sungai, melalui penerapan Perda Sungai.

Kelak bantaran sungai pun bernilai estetis (indah, bersih, tertata rapi), ekologis (meredam banjir, menyuplai air tanah), edukatif (habitat dan jalur migrasi satwa liar), dan ekonomi (wisata air, transportasi ramah lingkungan). Perubahan perspektif ini semoga dapat mengubah lanskap hunian kota Banjarmasin yang berpihak kepada kelestarian air, kota (sungai) ramah air, menuju kejayaan (kembali) peradaban kota tepian air sehingga dapat menunjukkan citra Banjarmasin sebagai Venisia dari Kalimantan (Venice van Borneo). (jejakrekam)

 

Penulis : Nanda Febryan Pratamajaya, ST

Lulusan Planologi Universitar Brawijaya Malang

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.