Belajar dari Sentra Antasari, Berani Usut Korupsi Korporasi?

0

DALAM rilis yang dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke media massa di Indonesia. Lembaga aktivis anti rasuah ini mendesak aparat keamanan harus berani menjerat korporasi terutama setelah dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung No 13/2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

PADAHAL jelas Peraturan MA yang disahkan pada 29 Desember 2016 itu mengatur pedoman penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh korporasi, termasuk dalam perkara korupsi. Penerbitan Peraturan MA No 13/2016 itu dinilai harus disambut baik sebagai langkah aktif MA dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi, terutama yang melibatkan atau dilakukan oleh korporasi sebagai subjek hukum.

Sejak pengesahan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), baru satu korporasi yang berhasil dijerat dalam perkara korupsi. Padahal, penuntutan dan pemidanaan terhadap korporasi dalam perkara korupsi sebetulnya sudah diakomodasi dalam UU Tipikor.

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada korporasi adalah pidana denda, sedangkan pasal 18 ayat (1) huruf c menyebutkan bahwa pidana tambahan yang dapat dijatuhkan kepada korporasi adalah penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama satu tahun.
Kemudian, Pasal 20 UU Tipikor sendiri menyebutkan bahwa, dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan atas nama korporasi, maka tuntutan atau penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. Dasar hukum ini sepatutnya sudah cukup untuk aparat penegak hukum melakukan penindakan korupsi terhadap korporasi yang diduga melakukan korupsi. Namun demikian, hingga kini bahkan KPK belum pernah menjerat korporasi yang diduga melakukan korupsi.

Satu-satunya kasus korupsi yang berhasil menjerat korporasi adalah perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Banjarmasin dan melibatkan PT Giri Jaladhi Wana(GJW), yang divonis bersalah dan dijatuhi pidana membayar denda sebesar Rp1,3 miliar oleh Pengadilan Negeri Banjarmasin melalui putusan nomor 812/Pid.Sus/2010/PN.Bjm.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa PT  GJW terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Putusan ini diperkuat di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi Banjarmasin. Untuk itu, Peraturan MA itu harus diapresiasi karena dapat menjawab kebutuhan dan kegamangan aparat penegak dalam menindak korporasi yang diduga melakukan korupsi.
KPK misalnya, masih memiliki perkara-perkara korupsi yang diduga melibatkan korporasi, dan dapat dikembangkan berdasarkan penyidikan atau bahkan putusan yang sudah dikeluarkan terhadap individunya.(jejakrekam)

Sumber: Antara

 

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.