Tak Cukup Kuantitas, Berkesenian Banua Harus Berkualitas

0

GAIRAH berkesenian di Provinsi Kalimantan Selatan cukup tinggi. Hal ini ditandainya makin semaraknya atraksi pertunjukan teater, tari dan musik. Hanya saja, dari sisi kualitas entertainment dianggap masih belum menasional.

AWAL tahun 2017 ini, Pamong Budaya Madya Taman Budaya Kalimantan Selatan, Mukhlis Maman mengakui kuantitas pertunjukan baik teater, tari hingga musik sangat menikmat. Hal ini bisa diukur dengan makin rutinnya agenda seni budaya itu ditampilkan di Balairung Sari, serta kawasan Taman Budaya Kalimantan Selatan.

“Sebelumnya ada festival teater yang dihelat MAN 2 (Model) Banjarmasin, SMAN 4 Banjarmasin, Uniska Banjarmasin, serta sekolah-sekolah lainnya. Memang, atraksi kesenian yang ditampilkan bersifat kontemporer, tapi ada muatan lokal yang ditunjukkan seperti penggunaan bahasa Banjar dalam lakon-lakon yang ada,” ujar Mukhlis Maman di Banjarmasin, Selasa (24/1/2017).

Dia mencontohkan aktivitas workshop teater atau terbentunya komunitas lintas kampus, dan pertunjukan sendratari Ramayana yang digelar STKIP PGRI Banjarmasin dan sendratari Berkarya buah karya dari kampus Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Hal ini belum ditambah lagi aktivitas berkesenian yang ada di kampus IAIN Antasari  Banjarmasin yang telah melahirkan beragam teater seperti Awan, Kereta, dan lainnya.

“Gairah berkesenian ini kita patut acungi jempol, makin tinggi di Kalimantan Selatan. Namun, kalau bicara kuantitas, mungkin patut diapresisasi. Hanya saja yang kita bicarakan adalah kualitas atau bagaimana memanajemen sebuah seni pertunjukan itu bisa menasional atau tampil di pentas nasional. Kita akui selama ini, mungkin masyarakat Indonesia lebih mengenal seni ketoprak dari Jawa atau lenong Betawi,” tutur seniman nyentrik ini.

Mengapa hal itu terjadi? Mukhlis Maman yang akrab disapa Julak Karau ini mengakui di masa pelajar dan mahasiswa adalah fase berproses untuk berkesenian. “Namun, semua itu harus dijawab adalah tujuan apa? Apakah hanya untuk berproses saja? Orientasi nasional patut diutamakan, sehingga seni-seni daerah khususnya khas Kalimantan Selatan bisa masuk ke pentas nasional,” ucapnya.

Julak Karau mengakui di era seniman dan budayawan Kalsel, Adjim Arijadi (almarhum) telah dibangun pondasi kuat untuk mengangkat kultur Banua ke pentas nasional. Hal itu, menurut dia, tak boleh berhenti ketika sang mentor ini telah lama meninggalkan para seniman dan budayawan. “Sebelum ada pihak yang mengorbitkan, tentu perlu dibenahi adalah manajemen pertunjukan, kemampuan aktor dan aktris, naskah, serta sutradara dalam menata sebuah atraksi seni seperti teater, misalkan,” kata jebolan FKIP ULM ini.

Ia berharap ke depan, dengan tingginya semangat berkesenian di Banua itu bisa melahirkan lagi para seniman berskala nasional, bahkan internasional di Bumi Pangeran Antaari. “Semua itu tentu butuh dukungan semua pihak untuk aktif. Selama ini, orang mungkin hanya mengenal sosok musikus asal Kalsel seperti Ian Kasela, Arul Ifansyah dan lainnya. Tapi, Kalsel butuh banyak lagi untuk melahirkan seniman, aktor dan aktris yang berkualitas,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.