Leasing Rampas Kendaran Bermotor Diancam Tindak Pidana

0

AKSI perampasan kendaraan bermotor atau barang lainnya yang dilakukan leasing (lembaga penyedia kredit) dengan menggunakan jasa debt collector (penagih utang) terhadap para nasabah yang gagal bayar, masuk kategori tindak pidana pencurian dengan kekerasan.

KETUA Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Kalimantan Selatan, M Nawawi Hasby Mahbara menegaskan aksi para debt collector yang menjalani perintah atau suruhan lembaga leasing, jelas-jelas melanggar peraturan perundang-undangan.

“Makanya, kami mengimbau bagi yang ingin mengajukan kredit baik kendaraan bermotor, rumah dan barang elektronik dan lainnya, harus benar-benar menyimak dan memperhatikan klausul dalam surat perjanjian kredit. Sebab, dalam surat itu kerap tercantum klausul baku yang sebetulnya melanggar ketentuan, seperti adanya kewenangan yang diberikan kepada leasing utntuk menyita dan melelang barang yang dimiliki nasabah,” ujar Hasby Mahbara di Banjarmasin, Senin (23/1/2017).

Padahal, menurut dia, ada hak dan kewajiban yang dibebankan kepada para nasabah, namun diktum atau materi perjanjian yang merugikan salah satu pihak tak bisa diakomodir dalam sebuah surat perjanjian yang berkekuatan hukum mengikat.

Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpuan Advokat Pengacara Indonesia (HAPI) Kalimatan Selatanini menerangkan beberapa dasar hukum yang bisa jadi acuan. Yakni, Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tertanggal 23 September 2013 yang mengatur bahwa syarat uang muka atau down payment (DP) kendaraan melalui bank minimal 25 persen untuk kendaraan bermotor roda dua, 30 persen untuk kendaraan roda tiga atau lebih, dengan tujuan non produktif serta 20 persen untuk roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif.

“Begitupula, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tertanggal 7 Oktober 2012 tentang pendaftaran fidusia bagi perusahaan pembiayaan. Dari regulasi Menteri Keuangan ini jelas mengatur larangan bagi leasing atau perusahaan pembiayaan untuk menarik secara paksa kendaraan bermotor bagi nasabah yang menunggak kredit,” ujar Hasby Mahbara.

Masih menurut dia, dalam UU RI Nomor 42 Tahun 1999 dijelaskan bahwa fidusia adalah proses pengalihan hak miliki atas suatu benda dengan dasar kepercayaan, tetapi benda tersebut masih dalam penguasaan pihak yang mengalihkan. “Fidusia umumnya dimasukkan dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor, jadi kita sebagai debitur telah membayar jaminan fidusia tersebut. Untuk itu, pihak leasing wajib mendaftarkan setiap transaksi kredit di depan notaris atas perjanjian fidusia tersebut,” ucap Hasby Mahbara.

Dengan demikian, beber dia, perjanjian fidusia jelas melindungi aset konsumen leasing tidak bisa serta merta menarik kendaraan bermotor atau barang lainnya yang gagal bayar. Karena, menurut Hasby Mahbara, dengan dasar perjanjian fidusia itu alur hukumnya seharusnya pihak leasing melaporkan hal tersebut kepada pengadilan. “Untuk itu, kasus gagal bayar kredit akan disidangkan pengadilan. Jadi, pengadilan yang akan mengeluarkan surat penetapan untuk menyita kendaraan bermotor atau barang kreditan dan menjual melalui kantor lelang yang ditunjuk. Nah, berapa harga barang yang dilelang itu harus dikembalikan kepada nasabah untuk membayar utang kredit kepada perusahaan leasing. Nanti, kalau ada kelebihan dana itu harus diserahkan kepada nasabah,” tutur Hasby Mahbara.

Untuk itu, mantan panitera sekretaris PN Martapura ini menegaskan jika nantinya kendaaran bermotor atau barang yang ditarik perusahan leasing, maka harus meminta surat perjanjian fidusia. “Sebelum ada surat itu, maka dilarang pihak leasing atau debt collector menarik atau membawa kendaraan bermotor atau barang milik nasabah,” ucap Hasby Mahbara.

Bahkan, masih menurut dia, dalam peraturan perundang-undangan itu sangat jelas mencantumkan jika pihak leasing atau debt collector tidak membawa surat perjanjian fidusia dan ternyata palsu, maka bisa dibawa ke ranah hukum. “Pihak leasing bisa dikenakan denda minimal Rp 1,5 miliar. Tindakan leasing melalui debt collector atau mata elang itu merupakan tindakan pidana pencurian dengan kekerasan atau perampasan. Sebab, dengan secara paksa mengambil kendaraan bermotor atau barang kreditan baik di rumah, di jalan atau lainnya, seperti diatur dalam Pasal 368 Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP) pemerasan dan pengancaman serta Pasal 365 KUHP ayat (2), (3) dan (4) tentang pencurian dengan kekerasan yang diancam hukuman 9 hingga 15 tahun penjara dan/atau seumur hidup,” pungkas Hasby Mahbara.(jejakrekam)

Penulis   : Didi G Sanusi

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.