Menikmati Bakso Bola Tenis dengan Harga Ekonomis

0

 

TIDAK pernah terpikir sebelumnya bagi Samidi untuk menjadi pengusaha bakso. Sebab, awalnya ia hanya karyawan biasa pada salah satu perusahaan kayu lapis PT Surya Satria Timur Corporation di kawasan Pasir Mas, Banjarmasin. Namun, karena kondisi perusahaan yang sedang tidak stabil, ia pun mulai berpikir bagaimana jika memiliki usaha mandiri.

YA, belajar dari teman dan mencontek menu bakso sedap. Itulah modal awal yang dilakukan Samidi. Kendati kala itu,  pria kelahiran Wonogiri, Solo ini masih bekerja di perusahaan plywood tersebut, namun ia masih sempat meluangkan waktu. Terus berlatih dan mahir bagaimana cara membuat bakso yang enak. Setelah cukup mahir membuat makanan khas Indonesia itu, Samidi pun memberanikan diri untuk membuka usaha bakso di kawasan Jalan Teluk Tiram Darat, Banjarmasin.

Namanya Eka Bakso yang diambil dari nama putri pertamanya. Dengan modal awal sekitar Rp 7 juta yang sebagian uang pesangon dari perusahaan kayu lapis, dirintislah usaha rumah makan bakso sejak 2006 silam. Awalnya, ia menyewa kios kecil di pinggiran Jalan Teluk Tiram. Kios yang berbahan kayu itu terbilang sangat sederhana. Sekarang, kios beton dengan areal parkir cukup luas, menjadikan tempat usahanya cukup representatif.

“Awalnya, saya hanya membeli 2-3 kilogram daging untuk diolah menjadi bakso,” papar Samidi.

Seiring berjalannya waktu, pembeli yang datang pun kian ramai. Bahkan, kini ia mampu menghabiskan hingga 20 kilogram daging per hari. Agar tak kerepotan, Samidi merekrut dua orang karyawan yang masih bertalian dengan keluarga sang istri dalam menjalani usaha.

Untuk daya tarik kepada pelanggan yang datang, Samidi tidak hanya menjual pentol bakso pada umumnya.  Ia mendesain baksonya jauh lebih besar, seukuran bola pingpong dan tenis.

Ada bakso telor itik, bakso spesial, yamin, daging serta bakso daging cincang. Namun, harga yang ditawarkan Samidi, tetap ekonomi. Ya, untuk harga, tidak perlu takut menguras dompet. Sebab, harga yang dipatok sangat terjangkau bagi kantong para pembeli, rata-rata Rp 15 ribu per porsi. Makanya, semangkok bakso komplit dengan pentol jumbo, sudah membuat perut kenyang. Lantas apa yang sudah diraih Samidi selama berjualan bakso?

Dengan tersenyum kecil, Samidi mengatakan paling tidak dirinya sudah bisa memberikan pendidikan yang layak bagi anaknya. Dari usaha yang dirintisnya hampir 10 tahun lebih itu, anak-anaknya kini bisa menempuh sekolah tinggi.

Maklum saja, rasa yang disajikan dalam semangkok bakso olahan Samidi, cukup berbeda dengan bakso kebanyakan. Selain pentol yang berukuran gede, rasa daging cincang sapi begitu terasa. Terlebih lagi, kaldu dari kuah yang dituangkan panas-panas di dalam mangkok, benar-benar menggoyang lidah. “Biasanya, malam Minggu atau hari Minggu, banyak pembeli datang ke sini. Alhamdulillah, saya bisa menjaga rasa yang merupakan kepercayaan para pelanggan,” kata Samidi.

Namun demikian, Samidi mengatakan usaha berjualan ini tidak selalu mulus. Sebab, jika sudah musim hujan, jelas berpengaruh bagi pengunjung yang datang. “Saya mulai berjualan dari jam 2 siang hingga 10 malam,” ucapnya. Lantas apakah ia tidak ingin mengepakkan sayap agar bakso andalannya ini bisa berkembang lagi?

“Untuk saat ini, belum terpikir. Untuk jualan secara online, saya masih terkendala masalah kemasan. Sebab, menjual bakso itu harus dalam kondisi yang panas. Nah, kalau yang memesan itu jauh tempatnya, tentu keburu dingin,” kata Samidi. Akhirnya, Samidi lebih memilih memenuhi pesanan orang hajatan seperti perkawinan. “Paling banter, pengantaran bakso itu paling jauh 500 meter,” imbuhnya.(jejakrekam)

 

Penulis : Riza

Editor   : Didi GS

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.